Tuntutan Wahyu Setiawan Berbeda dengan Dakwaan Jaksa, Pengacara: Mestinya Dituntut Bebas, Setidaknya Onslag

Tuntutan Wahyu Setiawan Berbeda dengan Dakwaan Jaksa, Pengacara: Mestinya Dituntut Bebas, Setidaknya Onslag

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut delapan tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan terhadap mantan Wakil Ketau Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Tuntutan itu dijatuhkan terkait kasus dugaan suap penetapan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 yang turut menyeret eks Caleg PDIP Harun Masiku.

Jaksa meyakini, Wahyu bersama-sama eks Anggota Bawaslu yang juga merupakan Kader PDIP Agustiani Tio Fridelina terbukti menerima suap Rpp600 juta dari Kader PDIP lainnya, Saeful Bahri.

Adapun suap tersebut diduga diberikan agar Wahyu mengusahakan penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme PAW menggantikan Caleg PDIP terpilih Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

"Menuntut, menyatakan terdakwa Wahyu Setiawan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Jaksa KPK, Takdir Suhan saat membacakan surat tuntutan Wahyu, Senin (3/8) kemarin.

Selain itu, Jaksa juga meyakini Wahyu Setiawan telah menerima uang senilai Rp500 juta terkait seleksi anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025. Uang tersebut diduga diberikan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo.

Bukan hanya pidana pokok, Jaksa turut menuntut agar Wahyu dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih sebagai pejabat publik selama empat tahun usai pidana pokok selesai dijalankan.

Dalam kesempatan yang sama, Jaksa juga menjatuhkan tuntutan terhadap Agustiani Tio Fridelina berupa hukuman selama 4,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa mempertimbangkan beberapa hal dalam menjatuhkan pidana tersebut. Antara lain, yang memberatkan, yakni Wahyu dan Agustiani tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi.

Kedua terdakwa juga telah menikmati uang yang diterimanya. Tak hanya itu, Jaksa menilai perbuatan Wahyu dan Agustiani Tio berpotensi mencederai hasil Pemilu.

"Perbuatan para Terdakwa berpotensi mencederai hasil pemilu sebagai proses demokrasi yang berlandaskan pada kedaulatan rakyat," tegas Jaksa.

Sementara untuk hal yang meringankan, Jaksa menilai Wahyu dan Agustiani Tio telah bersikap sopan selama persidangan, serta mengakui dan menyesali perbuatannya.

Selain itu, Jaksa juga menolak permohonan Wahyu bersama tim penasihat hukumnya sebagai Justice Collaborator (JC). Alasannya, Wahyu dinilai merupakan pelaku utama dalam sengkarut ini.

"Bahwa selain terbukti sebagai pelaku utama dalam kedua perbuatan yang didakwakan tersebut, pada pemeriksaan persidangan ini kami selaku penuntut umum menilai bahwa terdakwa I (Wahyu Setiawan) tidak terlalu kooperatif," ucap Jaksa Ronald Worotikan.

Sumber: