Beri Stimulus Listrik Rp3,07 Triliun, Pemerintah Yakin Tak Akan Rugikan Keuangan PLN
Pertumbuhan konsumsi listrik nasional hingga akhir tahun 2020 kontraksi minus 6,25 persen. Hal ini akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana menjelaskan, pandemi Covid-19 telah memengaruhi operasional sektor industri dan bisnis. Dia mencatat, pada kuartal I/2020, pertumbuhan listrik anjlok.
“Konsumsi pelanggan sosial turun 1,13 persen dibanding Juni 2019, kemudian pelanggan bisnis turun 6,86 persen dan industri anjlok 7,18 persen. Sementara overall, konsumsi listrik hanya tumbuh sekitar 1 persen dibandingkan Juni 2019,” kata Rida, kemarin (1/8).
Meski konsumsi turun, kata dia, ada sektor pelanggan yang mengalami kenaikan konsumsi listrik, seperti rumah tangga, traksi curah, dan layanan khusus.
Untuk konsumsi sektor rumah tangga tercatat naik hingga 9,84 persen lantaran banyaknya aktivitas di rumah, kemudian traksi dan layanan khusus naik 43 persen karena adanya Mass Rapid Transit (MRT), serta kawasan industri (KI) dan kawasan ekonomi khusus (KEK) baru.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi konsumsi listrik hingga Juni kemarin mencapai 118,44 terawatt hour (TWh) atau tumbuh hanya 0,96 persen dari realisasi tahun lalu dengan periode yang sama yakni 117,31 TWh.
Dengan kondisi demikian, lanjut Rida, PLN memperkirakan konsumsi listrik akan jauh dari target di akhir tahun yang dipatik tumbuh 6,55 persen. Bahkan, diperkirakan hingga akhir tahun tidak akan ada pertumbuhan konsumsi listrik.
"Proyeksi PLN ke depan, jika Covid-19 lanjut mereka bikin skenario yang paling mungkin terjadi," ucapnya.
Pemerintah sendiri, kata Rida, untuk mendorong pertumbuhan konsumsi listrik telah memberikan keringanan tagihan kepada rumah tangga dan UMKM. Dana yang disiapkan untuk stimulus bagi pelanggan sosial, industri, dan bisnis sebesar Rp3,07 triliun.
Dia memastikan, kebijakan tersebut tidak akan merugikan PLN. Sebab selisih pembayaran yang timbul akibat kebijakan akan ditanggung sepenuhnya oleh negara.
Terpisah, pengamat kelistrikan dari Universitas Indonesia Iwa Gumiwa mengatakan, pelemahan konsumsi listrik karena disebabkan daya beli masyarakat yang turun di tengah kondisi sulit akibat pandemi Covid-19.
Dia menyebutkan, konsumsi listrik turun di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali). "Dampak besar ada di Jamali, karena industri komersial dan bisnis terbesar, dibandingkan wilayah lain," katanya.
Kondisi ini, kata dia, akan berdampak negatif pada kinerja keuangan perusahaan pelat merah itu. Sebab, penjualan setrum yang merosot, berpotensi pendapatan akan hilang atas penjualan listrik. (din/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: