Kecewa Kebijakan Nadiem Makarim, NU dan Muhammadiyah Mundur dari Program Kemendikbud
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya angkat bicara terkait polemik hasil seleksi Program Organisasi Penggerak (POP) di masyarakat. Menyusul, dua entitas yang terafiliasi dengan perusahaan besar disebut turut menerima dana bantuan dari pemerintah.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril menjelaskan, bahwa dalam POP memiliki tiga skema pembiayaan. Tiga skema tersebut adalah murni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pembiayaan mandiri, dan dana pendamping (matching fund).
"Pembiayaan POP dapat dilakukan secara mandiri atau berbarengan dengan anggaran yang diberikan pemerintah. Organisasi dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan," kata Iwan di Jakarta, Kamis (23/7).
Iwan menambahkan, Kemendikbud tetap melakukan pengukuran keberhasilan program melalui asesmen dengan tiga instrumen. Pertama, asesmen kompetensi minimum dan survei karakter (SD/SMP). Kedua, instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak (PAUD).
"Ketiga, pengukuran peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktik mengajar guru dan kepala sekolah," ujarnya.
Selain itu, kata Iwan, proses seleksi yayasan atau organisasi yang memilih skema pembiayaan mandiri dan matching fund juga dilakukan dengan kriteria yang sama dengan para peserta lain yang menerima anggaran negara.
"Dengan menggandeng organisasi atau yayasan yang fokus di bidang pendidikan, Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial di bidang yang menyentuh seluruh masyarakat Indonesia," terangnya.
Direktur Komunikasi Tanoto Foundation, Haviez Gautama menyatakan, bahwa Tanoto Foundation memiliki Program Pintar Penggerak yang diajukan dalam POP. Namun, program tersebut akan didanai mandiri oleh yayasan dengan nilai investasi lebih dari Rp 50 miliar untuk periode dua tahun (2020-2022).
"Salah satu misi Tanoto Foundation bekerja sama dengan pemerintah melalui POP Kemendikbud adalah mendorong percepatan peringkat global pendidikan Indonesia," kata Haviez.
Sementara itu, Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation, Ari Widowati menambahkan, dalam proses pendaftaran organisasi penggerak, Tanoto Foundation memasukkan pilihan pendanaan secara mandiri. Sehingga tidak menerima bantuan dana dari pemerintah dalam menjalankan program.
Sejak 16 April 2020, mereka juga tidak ada komunikasi dengan Kemendikbud, kecuali melalui platform tanya jawab POP. Selain itu, mereka dihubungi secara blind review oleh evaluator, di mana pewawancara tidak mengetahui asal organisasi. "Semua dilakukan dengan prosedur yang ketat," kata Ari.
Head of Marketing & Communications Yayasan Putera Sampoerna, Ria Sutrisno ikut menjelaskan, bahwa mereka bersama-sama dengan mitra dalam dan luar negeri mendukung program POP menggunakan skema matching fund dengan nilai hampir Rp 70 miliar untuk mendukung program peningkatan kualitas guru dan ekosistem pendidikan.
"Ini bukan CSR. Kami adalah yayasan yang fokus kepada peningkatan kualitas pendidikan. Kami memilih skema partnership dengan berbagai pihak sebagai wujud komitmen kolaborasi dalam memajukan pendidikan nasional," kata Ria.
Melihat kondisi seperti ini, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendesak Kemendikbud membuka pada publik soal mekanisme seleksi organisasi penggerak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: