Fintech Lending Ilegal Diduga Dibekingi Mafia Internasional

Fintech Lending Ilegal Diduga Dibekingi Mafia Internasional

Sebanyak 2.591 fintech lending ilegal telah diblokir oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga pengawas keuangan ini menyebut kegiatan pinjaman online tersebut diduga mendapatkan dukungan alias dibekingi kelompok mafia atau kejahatan terorganisir internasional.

"Pada tahun 2020 ini, fintech lending ilegal yang blokir Satgas Waspada Investasi OJK jumlahnya mencapai 694. Jadi secara total sejak 2018 hingga saat ini, sudah dblokir 2.591 fintech ilegal," tegas Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK, Tongam L Tobing di Jakarta, Senin (13/7) kemarin.

Menurutnya, fintech lending ilegal ini banyak sekali aktivitasnya di media sosial. Dari hasil penelusuran OJK, server-server fintech ilegal ini banyak terdapat di luar negeri. Seperti Amerika Serikat, China, Singapura, dan negara lainnya.

"Kegiatan fintech lending ilegal ini boleh dikatakan didukung mafia internasional. Seperti mafia Rusia, mafia India dan kelompok-kelompok kejahatan terorganisir lainnya. Mereka mencari dan mengambil keuntungan besar dari masyarakat," paparnya.

Dia meminta masyarakat waspada. Sebab, sangat memudahkan untuk membuat aplikasi. Ada kemungkinan fintech lending ilegal dapat berganti nama atau bentuk. Tongam mengungkapkan server-server fintech lending ilegal yang beroperasi di luar negeri.

Antara lain 170 server di Amerika Serikat, 94 server di Singapura, 70 server di Cina, 22 server di Malaysia, sembilan server di Hong kong dan tujuh server di Rusia. Sedangkan sebanyak 530 server fintech lending ilegal lainnya berada di lokasi yang tidak diketahui. "Ada 272 server fintech lending ilegal berada di Indonesia," tandasnya.

OJK, lanjutnya, menilai fintech lending ilegal ini tidak murni menjalankan bisnis yang sesungguhnya. "Fintech lending ilegal tidak melakukan penghimpunan dana dari pemberi pinjaman dan tidak menyalurkan dana dari fintech lending ilegal itu sendiri. Mereka hanya bertindak sebagai penghubung. Kegiatan fintech lending ilegal ini lebih cenderung pada kegiatan perusahaan pembiayaan yang dilakukan secara elektronik. Mengingat tidak ada pemberi pinjaman yang mengadu kepada OJK dan sebaliknya banyak korban dari penerima pinjaman yang mengadu ke OJK," ucapnya.

OJK telah mengumumkan kepada masyarakat telah menghentikan kegiatan fintech lending ilegal melalui pemblokiran. "Kami juga sudah menyampaikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan proses hukum apabila terdapat tindak pidana," urainya.

Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech OJK Munawar Kasan mengatakan fintech lending boleh berbentuk koperasi atau Perseroan Terbatas (PT). Selama ini, fintech lending yang mendaftar ke OJK semuanya berbentuk PT. Belum ada yang berbentuk koperasi.

"Walaupun fintech lending itu berbadan hukum koperasi, terkait layanan fintech lending-nya, tetap saja harus mendapatkan izin operasi dari pihak OJK," terang Munawar Kasan.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko, menyatakan terdapat potensi beberapa fintech ilegal berganti baju menjadi koperasi simpan pinjam.

"Kami sudah menemui jajaran Kemenkop UKM. Yang kami sampaikan adalah lebih ke arah bukan masalah hukumnya. Namun kekhawatiran terkait para pelaku di fintech ilegal mencoba berganti maju, mencari celah hukum dengan masuk koperasi," ujar Sunu.

Sementara itu, Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan AFPI, Tumbur Pardede, mengungkapkan penyaluran fintech lending atau pinjaman online mengalami pelambatan selama pandemi COVID19.

“Memang masih ada peningkatan penyaluran dari April ke Mei 2020 sebesar 3,12 persen. Tetapi, jika dibandingkan dari April-Mei tahun lalu yang masih 10,87 persen, peningkatannya melambat 7,75 persen," ujar Tumbur Pardede di Jakarta, Senin (13/7).

Sumber: