Selama Pandemi Covid-19, Kasus Perceraian Melonjak Drastis
Ia menjelaskan, penyebab perceraian kebanyakan karena faktor ekonomi, bertengkar, dan adanya perselisihan.
“Karena akibat pandemi Covid-19, hampir rata-rata ekonomi. Latar belakangnya penyebab pertama ekonomi, tidak ada pekerjaan, akibatnya kan bertengkar suami istri, terjadi perselisihan,” ungkap dia.
Buang juga menyebutkan bahwa kebanyakan yang mengajukan gugatan perceraian didominasi oleh kaum hawa. “Kemudian yang lebih banyak menggugat itu perempuan yang meminta perceraian. Jadi kasusnya itu memang perempuannya yang meminta ke PA,” katanya.
Ia mengaku sebelum laporan tersebut diterima, pihaknya juga mencoba untuk meredam dan berkomunikasi dengan yang bersangkutan.
"Tapi mau bagaimana lagi, kami nasehatin pun karena memang sudah parah, tetap saja menggugat. Karena kan kalau memang tidak parah tidak mungkin ke sini (PA)," terangnya.
Ia menyebutkan, selain perceraian, isbat nikah pun mengalami peningkatan, bahkan sejak adanya pandemi hingga akhir Juni tercatat sekitar 1.400 pasangan yang mendaftar.
"Iya, jadi memang tidak hanya angka perceraian saja yang meningkat. Isbat pun juga sama meningkatnya,” ujar Buang.
Pihaknya juga berkoordinasi dengan kantor urusan agama (KUA) dan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) agar angka proses perceraian berakhir dengan mediasi.
"Kami pun berusaha semaksimal mungkin agar proses ini berakhir dengan mediasi. Tapi karena memang hampir rata-rata pisahnya tahunan, udah krodit,” kata dia.
Sementara, kasus perceraian pada tahun lalu mencapai 5.000 kasus dengan berbagai latar belakang. "Kasus perceraian cukup banyak, tahun lalu saja itu sampai 5.000. Kemudian kalau ASN itu harus ada izin dari kepala daerah dan Polres juga," ujarnya. (gil/har/zul)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: