Ada Apa dengan DPR dan KPK, kok Rapat Komisi di Gedung KPK Harus Tertutup?

Ada Apa dengan DPR dan KPK, kok Rapat Komisi di Gedung KPK Harus Tertutup?

"Terkait pengawasan dana COVID-19 juga disoroti bahwa jangan sampai di era pandemi situasi darurat, Presiden menyerukan percepatan, tapi ada penumpang gelap dan akhirnya kebobolan dana itu," tandasnya.

Tak hanya itu, menurut Herman, alasan pihaknya menggelar RDP secara tertutup bersama KPK, guna meminimalisir persepsi publik. Sebab dia memprediksi bakal ada isu-isu sensitif yang dibahas dalam RDP tersebut.

"(Digelar) tertutup. (Karena) ada hal-hal yang mungkin sensitif dipertanyakan anggota, sehingga itu tidak menjadi sesuatu yang disalahartikan ke luar," katanya.

Kendati begitu, Herman tak menjelaskan secara rinci isu-isu yang dimaksud. Dia mempersilakan para anggota fraksi untuk menanyakan isu sesuai agenda masing-masing kepada KPK.

"Saya tidak perlu sebutkan secara umum kasus yang jadi perhatian publik kenapa terkatung-katung. Ada banyak kendala yang dijelaskan pimpinan KPK tadi. Terkait perhitungan kerugian negara dan lain-lain," imbuhnya.

Senada diungkapkan Wakil Ketua KPK Nawawi Pamolango. Dia menyebut tak ada conflict of interest dalam RDP. Adapun, terkait Ahmad Sahroni, Nawawi mengatakan tidak ada hubungannya kedatangan Komisi III DPR dengan perkara Bakamla.

"Kami melihat RDP ini dilaksanakan antarlembaga, tidak bicara soal personalnya," katanya.

Dijelaskannya, RDP membahas kendala penanganan kasus. Tak disebutkan kasus yang menjadi kendala. Meski selama ini KPK mengantongi tunggakan kasus korupsi di antaranya kasus BLBI, kasus bailout Bank Century, hingga kasus pengadaan KTP-elektronik (e-KTP).

"Mereka menanyakan perkara kasus dan kami nyatakan kami berbicara terminologi perkara. Kalau perkara tidak ada yang bisa ditutupin, terkait perkara apa saja yang sudah melewati proses penyidikan kami sebutkan," katanya.

Nawawi juga mengatakan pihaknya telah mengeluarkan 43 surat perintah penyidikan (sprindik) hingga 30 Juni 2020. Sayangnya dia tidak merincinya.

"Hampir semua sudah diumumkan sprindik sudah kami keluarkan, ada satu perkara barang kali bisa 7-8 sprindik seperti itu," kata dia.

Sedangkan anggota Komisi III DPR Eva Yuliana mengaku salah satu yang dibahas adalah tentang kesiapan KPK terkait RUU Perjanjian Kerjasama Indonesia-Swiss terkait Masalah Pidana Pencucian Uang. Kesepakatan Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana atau Treaty on Mutual Legal Assistance (MLA).

DPR meminta penjelasan tentang persiapan di tubuh KPK terkait peningkatan kualitas dan kapasitas penyidik menyusul disahkannya RUU Perjanjian Kerjasama Indonesia-Swiss.

Dalam hal ini, secara khusus bagaimana melacak dan membedah informasi rekening-rekening gendut para terduga pelaku pelanggaran hukum di Indonesia yang disimpan di bank-bank Swiss.

“Perjanjian MLA Ina-Swiss menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum kita untuk melakukan asset recovery dan pengembalian uang negara yang diduga berada di bank-bank swiss, KPK dan penegak hukum lain harus merespon ini dengan mempersiapkan kapasitas penyidiknya supaya prosesnya nanti tidak terhambat,” tegas Eva.

Sumber: