Marah Besar

Marah Besar

Padahal anggaran kesehatan Rp 75 triliun. Saya berdoa semoga angka yang masuk ke presiden itu salah.

Kalau angka 1 persen itu benar memang keterlaluan. Berarti program di situ tidak jalan sama sekali. Padahal ini sudah bulan Juli.

Atau punya alasan justru karena ini masih awal Juli?

Di masa keterbukaan seperti ini semua anggaran harus ditenderkan. Anggaran tahun ini berlaku mulai 1 Januari lalu. Berarti Februari baru diadakan tender. Berarti persiapan tendernya satu bulan. Itu sudah cepat. Jangan-jangan tendernya justru baru dimulai bulan Maret.

Pas pula ada Covid-19.

Proses tender bisa terhambat besar. Kalau pun tidak terhambat proses tender itu tidak mungkin selesai dalam dua bulan. Maka kalau sampai akhir Juni anggaran baru terserap 1 persen, kemungkinan besar tersangkut di masalah tender yang belum selesai itu.

Jangan-jangan para pemenang tender pun belum ada.

Saya tahu kian tahun tender elektronik kian maju. Yang mestinya pelaksanaan tender bisa lebih cepat.

Maka pelajaran penting dari marahnya Presiden Jokowi tetap saja sama: bagaimana agar pemenang tender sudah diumumkan di awal Maret. Masalahnya siapa yang memonitor dan terus mengawasi jadwal ini.

Pelajaran lain: menko boleh hebat, menteri boleh hebat, tapi pelaksana pemerintahan yang sesungguhnya adalah para dirjen di kementerian.

Dirjen pun, berdasarkan pengalaman saya, terlalu sibuk dengan urusan politik atas. Maka pelaksana kebijakan yang paling sebenarnya adalah para direktur di kementerian.

Bahkan jangan-jangan para direktur pun hanya sibuk melayani dirjen dan menteri mereka.

Maka pelaksana yang lebih sesungguhnya lagi adalah para pejabat yang levelnya di bawah direktur.

Jadi negara ini bisa berjalan atau tidak sebenarnya di tangan mereka itu. Itulah yang disebut birokrasi. Ya seperti itu.

Rasanya Pak JK pernah menyampaikan tesis seperti itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: