Dapat 3 i

Dapat 3 i

Oleh: Dahlan Iskan

INILAH tamu pertama saya di kantor baru Harian DI’s Way di Surabaya: bupati yang punya 36 perusahaan. Grup perusahaan itu ia rintis sejak masih kelas 3 SMA.

Kini umurnya baru 40 tahun. Ganteng. Kaya.

Itulah Bupati Nganjuk, Jawa Timur.

Ia jadi bupati karena gemes: kok kampung halamannya tidak maju-maju. Ia tinggalkan perusahaannya. Ia serahkan manajemen ke para profesional. ”Saya beri mereka saham. Agar lebih merasa memiliki,” ujar Novi Rahman Hidhayat, sang bupati.

Sebelum ke politik semua keluarganya ia tarik dari perusahaan. Agar manajemen profesional tidak terganggu pengaruh keluarga.

Bupati Novi punya tambang nikel, batubara, 120 bank perkreditan rakyat, dan banyak lagi.

Gajinya sebagai bupati ia serahkan ke lembaga kesejahteraan rakyat. Mobil-mobil dinas bupati tidak ada yang ia pakai. Semua pegawai negeri harus membayar zakat --yang hasilnya dikelola tim untuk mengatasi kemiskinan.

Tiap Jumat ia pindah masjid: khotbah. Usai Jumatan bertemu masyarakat di sekitar masjid. Novi mencari tahu apakah masih ada rumah yang tidak layak huni. Dengan dana zakat itu rumah tersebut dipugar.

Kalau rumah-rumah itu sudah baru, Novi ke masjid itu lagi. Membawa tumpeng. Sebagai tanda peresmian. Satu rumah satu tumpeng. Foto tumpengan itu dibesarkan. Dipasang di rumah baru.

Itu terjadi nyaris setiap Jumat. Selama dua tahun terakhir.

Novi juga mengubah Hari Buruh di Nganjuk. Menjadi lebih spiritual. Dari yang biasanya lebih tegang. Di mana-mana.

Di malam sebelum Hari Buruh (1 Mei), Novi mengadakan sema'an besar-besaran. Semacam istIghosah. Lokasinya di kampung pahlawan buruh: Marsinah.

Makam Marsinah memang di di Nganjuk. Wanita itu terbunuh sebagai martir di zaman Orde Baru. Di dekat makam itulah sema'an akbar dilangsungkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: