Jadi Pengusul RUU HIP, PDI Perjuangan Awalnya Hanya Ingin Atur BPIP

Jadi Pengusul RUU HIP, PDI Perjuangan Awalnya Hanya Ingin Atur BPIP

Mengusulkan payung hukum guna mengatur wewenang, tugas dan fungsi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam melakukan pembinaan ideologi bangsa. Hal itulah yang menjadi landasan awal 
PDIP menginginkan hadirnya suatu undang-undang. 

Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah mengungkapkan hal itu saat merespons polemik RUU HIP, Jumat (26/6).

Melalui keterangan tertulis yang diterima jpnn.com, pihaknya menginginkan agar nama RUU HIP dikembalikan sesuai nomenklatur awal dengan nama RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU-PIP).

Dengan dikembalikan ke nomenklatur awal, maka materi muatan hukumnya hanya mengatur tentang tugas, fungsi, wewenang dan struktur kelembagaan BPIP.

Serta tidak membuat pasal-pasal yang menafsir falsafah sila-sila Pancasila menjadi norma hukum undang-undang.

Basarah menegaskan, Pancasila sebagai sebuah norma dasar (grundnorm) yang mengandung nilai-nilai falsafah dasar negara bersifat meta-legal dan tidak dapat diturunkan derajat hukumnya menjadi norma hukum.

Apalagi mengatur legalitas Pancasila dalam sebuah hirarki norma hukum apa pun.

“Karena sebagai sumber dari segala sumber pembentukan hukum, tidak mungkin legalitas Pancasila dilegalisir oleh sebuah peraturan perundang-undangan apa pun,” tegasnya.

PDIP juga berpandangan, jika tugas pembinaan ideologi bangsa itu diatur dalam payung hukum berupa UU.
Maka, baik pengaturan atau pembentukan norma hukumnya maupun spektrum pengawasannya akan lebih luas dan representatif.

Karena melibatkan DPR RI dan partisipasi masyarakat luas jika dibandingkan hanya diatur melalui perpres.

“Cara pengaturan lewat UU seperti ini diharapkan dapat menghindarkan diri dari praktik pembinaan ideologi Pancasila di era Orde Baru dulu yang bersifat top down dan indoktrinatif tanpa ruang partisipasi masyarakat luas,” jelas wakil ketua MPR itu.

Bila dalam proses dan hasil sementara draft RUU HIP oleh Baleg DPR dinilai terdapat kekeliruan dan kekurangan, lanjutnya, seharusnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar.

Karena banyak anggota fraksi partai politik dalam pembahasan itu yang juga harus dihormati hak bicara dan hak suaranya.

Ke depan, DPR akan menindaklanjuti kritik, saran dan pendapat masyarakat luas, termasuk dari MUI, PBNU, Muhammadiyah, Purnawiraan TNI/Polri dan lainnya.

Sumber: