Mahfud: RUU HIP Itu Usulan DPR, Gak Bisa Dong Pemerintah Mencabut
Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) dinilai memiliki masalah substansial dan prosedural. Karena itu, pemerintah belum akan membahas RUU tersebut.
"Masalah substansial RUU HIP menyangkut dua hal pokok, pertama masalah keberlakuan Tap MPRS Nomor XXV tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Penyebaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme itu sudah diselesaikan," kata Menkopolhukam Mahfud MD di istana kepresidenan Jakarta, Selasa (23/6) kemarin.
Menurutnya, pada 16 Juni 2020 lalu, pemerintah tidak mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR sebagai tanda persetujuan pembahasan legislasi terhadap RUU HIP tersebut. "DPR ini kan pihak yang mengajukan RUU HIP. Artinya semua stakeholders sependapat Tap MPRS Nomor XXV tahun 1996 masih berlaku," jelasnya.
Masalah substansial kedua adalah isi Pancasila yang digagas akan diperas menjadi Trisila dan Ekasila. Mahfud menyebut hal itu sudah diselesaikan secara substansial. Pemerintah dan DPR sepakat tidak bisa masuk dalam UU.
Namun selain dua masalah substansi pokok, ada juga masalah substansi sambilan. "RUU HIP ini dianggap mau menafsirkan Pancasila dan mau memposisikan Pancasila kembali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal Pancasila itu sudah final," tegas Mahfud.
Selanjutnya terkait masalah prosedural dengan pihak pengusul RUU HIP. "RUU HIP itu adalah usulan dari DPR. Karena itu, keliru kalau ada orang yang mengatakan kok pemerintah tidak mencabut. Tidak bisa dong pemerintah mencabut sebuah usulan. RUU HIP itu DPR yang mengusulkan. Kita kembalikan ke sana masuk ke proses legislasi di lembaga legislatif," terangnya.
Dikatakan, soal mau dicabut atau tidak, hal tersebut bukan urusan pemerintah. Sebab, prosedurnya ada di DPR. "Kita tunggu saja perkembangannya. Nanti akan ada proses-proses politik yang akan menentukan nasib RUU HIP itu," jelas Mahfud.
Seperti diketahui, RUU HIP diusulkan oleh DPR dan ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas tahun 2020. Latar belakang RUU HIP adalah karena saat ini belum ada UU sebagai sebagai landasan hukum yang mengatur mengenai Haluan Ideologi Pancasila untuk menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di dalam naskah akademik RUU dijelaskan bahwa RUU HIP dibuat sebagai pedoman bagi Penyelenggara Negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional. Baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.
Namun RUU HIP memicu penolakan banyak pihak. Mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), PP Muhammadiyah, akademisi hingga para purnawirawan TNI-Polri.
Hal senada disampaikan Staf khusus Presiden bidang hukum, Dini Purwono. Menurutnya, Pemerintah memutuskan menunda pembahasan RUU HIP untuk memberikan kesempatan kepada DPR RI menyerap lebih jauh aspirasi elemen masyarakat.
Dini menyatakan dalam pertemuan bersama Purnawirawan TNI-Polri dan legiun veteran Indonesia, Presiden Joko Widodo menegaskan pemerintah belum mengeluarkan daftar inventarisasi masalah RUU HIP. Alasannya belum mengetahui arah RUU HIP.
“Prinsipnya sama antara Presiden dan semua yang hadir bahwa Pancasila adalah ideologi yang sudah final,” tuturnya.
Payung hukumnya juga juga sangat kuat. Yakni Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Hal itu berlaku mutlak. Karena sudah dikunci oleh Tap MPR Nomor 1 Tahun 2003. "Pancasila yang ada di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus,” paparnya. (rh/zul/fin)
Sumber: