DKPP Harus Independen

DKPP Harus Independen

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memiliki kewenangan yang sangat besar. Keputusannya bersifat final dan mengikat. Lembaga ini diminta independen dan memiliki pertimbangan yang luas dalam menegakkan Pilkada Serentak 2020. Terutama di tengah pandemi COVID-19.

"Pertimbangan dalam menegakkan pilkada kali ini hendaknya tidak hanya melihat sisi aspek hukum semata. Tanpa bermaksud menafikan independensi dan kemandirian rekan-rekan DKPP dan juga tanpa bermaksud mengintervensi dan mereduksi kualitas demokrasi Pilkada 2020. Saya hanya ingin berpesan mari kawal pilkada dengan baik. Namun mohon kiranya dapat mempertimbangkan berbagai aspek lainnya," ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Jakarta, Jumat (12/6).

aspek tersebut, lanjutnya, memang bukan menjadi pertimbangan yang utama kalau dalam situasi normal. Namun dalam situasi pandemi seperti saat ini, hal itu dianggap perlu.

"Aspek yuridis formal tetap menjadi pegangan utama. Faktor hukum. Tetapi juga kita lihat juga aspek sosio-psikologi masyarakat, aspek sosio-kurtural masyarakat. Bahkan aspek sosio-politis masyarakat," imbuh mantan Kapolri ini.

Bahkan, aspek keamanan dan kesehatan publik juga harus menjadi pertimbangan ketika menegakkan Pilkada Serentak 2020. Tito mengatakan semua memahami DKPP memiliki kekuatan yang sangat besar. Bahkan, keputusannya adalah final dan mengikat. Karena itu keputusan tersebut harus didasari independensi serta pertimbangan-pertimbangan penting.

"Sekali lagi Kemendagri tidak ingin melakukan intervensi. Keputusan dengan power besar yang dihasilkan ini dapat benar-benar dijaga. Selain membangun kepercayaan publik, juga dapat membangun Pilkada 2020 tanpa meninggalkan kualitas demokrasi," ucapnya.

Sementara itu, Ketua DKPP Muhammad menyatakan lembaganya selama ini berjalan mandiri dan independen tanpa intervensi dari pihak lain. Menurutnya, yang dilakukan DKPP berdasarkan fakta dan peristiwa yang terjadi. "Kami bekerja mandiri dan independen dalam menjalankan tugas. Begitu juga dalam Pilkada 2020 nanti," ujar Muhammad.

Terpisah, Komisioner KPU RI Viryan Azis menegaskan pihaknya mengoptimalkan sosialisasi pemilu pada masa normal baru. Yakni memfokuskan kreasi melalui konten digital untuk mencegah kerumunan dan penularan COVID0-19 selama masa pilkada.

Dia menjelaskan, jika pelaksanaan Pilkada serentak dilaksanakan, maka kegiatan sosialisasi bisa dilakukan dengan berbagai macam kegiatan. Namun, di saat normal baru peserta dibatasi dan difokuskan pada kreasi di konten digital.

"Begitulah proses Pilkada yang akan dilaksanakan pada masa normal baru mendatang. Harus ada penyesuaian. Yang paling penting adalah menerapkan protokol kesehatan demi keselamatan bersama," tuturnya.

Viryan mengatakan KPU juga akan membatasi aktivitas petugas di lapangan untuk melakukan pertemuan tatap muka langsung dengan masyarakat.

Kalau pun ada kegiatan sosialisasi ke lapangan, petugas hanya akan mendatangi warga dengan tetap menjaga jarak dan menggunakan protokol kesehatan. Petugas dilarang bersalaman dan berlama-lama melakukan sosialisasi.

"Yang paling berat adalah menambah anggaran untuk penyesuaian TPS pada kegiatan pemilihan suara. Karena ada pengurangan jumlah pemilih pada satu TPS. Dari maksimal 800 hanya maksimal 500. Otomatis akan menyebabkan adanya penambahan TPS dan berimbas pada penambahan anggaran," paparnya.

Selain itu, KPU juga sudah memikirkan penggunaan alat coblos di masa kenormalan baru. Apakah tetap menggunakan paku sebagai alat coblos, atau menggunakan alat lain yang sekali pakai. Atau alternatif lain tetap menggunakan paku, namun pemilih diberikan sarung tangan dan paku dibersihkan secara berkala.

Sumber: