Perang Twitter
Harapannya tinggal di Twitter. Tapi belakangan Twitter juga sudah seperti itu. Ia begitu kecewa. Ia tahu, bisa jadi, dekrit itu tidak realistis. Begitu sulit proses merealisasikannya. Tapi siapa tahu bisa untuk menekan Twitter.
benar masih banyak proses yang harus dilewati. Sebelum dekrit itu bisa dilaksanakan. Termasuk DPR harus banyak bersidang. Pun pula harus memperdebatkannya. Belum lagi kalau harus lewat pengadilan.
Sampai pun Pilpres November nanti, dekrit itu pasti belum akan bisa dilaksanakan.
Perang itu masih panjang. Tapi bukan berarti Trump melupakan tantangan Tiongkok. Amerika masih sibuk menggalang kekuatan. Yang sudah mendukung - -masih sebatas pernyataan-- adalah koalisi tetapnya: Canada, Australia, dan Inggris.
mikir. Uni Eropa bahkan tidak akan mengekor. India juga tidak.
Itulah hasil monitoring saya sampai tadi malam.
Tiongkok tentu perlu mengejar ”Pertamax” Twitter-nya Trump. Siapa tahu pernyataan perangnya juga diunggah lewat Twitter.
Saya sendiri tidak banyak tahu lagi tentang Twitter. Yakni sejak --ah, saya lupa sejak ada peristiwa apa. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: