“Kami jadi lebih sadar pentingnya memilah sampah. Iurannya cuma Rp15 ribu, tapi manfaatnya besar — lingkungan jadi bersih, udara lebih segar,” ujarnya.
Ia menambahkan, ke depan sampah organik akan diolah menjadi pelet atau pupuk, sedangkan plastik bisa dijadikan produk kreatif seperti vas bunga atau sandal.
TPSTT “Bumi Hijau” Tersono menjadi model percontohan
Bupati Batang Faiz Kurniawan mengatakan, TPSTT “Bumi Hijau” Tersono menjadi model percontohan pengelolaan sampah di tingkat desa. Ia mengapresiasi peran aktif masyarakat yang menginisiasi pengelolaan sampah secara mandiri tanpa menunggu program besar dari kabupaten.
“Kami berharap, desa-desa mampu mengalokasikan anggaran untuk mengelola sampah di tingkatnya masing-masing,” ujarnya.
Ia menjelaskan, langkah ini penting mengingat pertumbuhan industri di Batang yang terus meningkat.
“Tahun 2027 sampai 2028 nanti ada sekitar 32 pabrik di Batang Industrial Park yang beroperasi penuh dengan serapan tenaga kerja 100–125 ribu orang. Artinya, akan ada migrasi besar dan potensi timbulan sampah meningkat. Kalau dari sekarang tidak disiapkan, kita bisa kewalahan,” jelasnya.
Bupati menyebut, dukungan dari pemerintah provinsi dan kementerian sudah mulai terwujud, salah satunya lewat rencana pembangunan TPST regional di Gringsing berkapasitas 100 ton per hari.
Ia berharap kehadiran Gubernur Ahmad Luthfi di Desa Tersono memberi semangat bagi desa lain untuk menjadikan pengelolaan sampah sebagai prioritas.
“Tersono bisa jadi role model untuk seluruh Batang,” tegasnya.
Kepala Desa Tersono Abdul Mukti menambahkan, program pengelolaan sampah ini sudah berjalan selama dua hingga tiga bulan. Warga dilibatkan langsung dalam pemilahan dan pengumpulan sampah dari rumah masing-masing.
“Setiap rumah iuran Rp15.000 per bulan. Petugas mengambil sampah dua kali seminggu. Sosialisasinya dibantu mahasiswa KKN juga, jadi masyarakat mulai terbiasa memilah sampah organik dan anorganik,” ujarnya.
Sampah organik kemudian diolah menjadi pakan maggot dan pupuk alami, sementara plastik dikirim untuk didaur ulang.
Menurut Mukti, kunci keberhasilan program ini adalah kemauan dan partisipasi warga untuk mengelola sampahnya secara mandiri.