BACA JUGA: 500 Mahasiswa Tiga Daerah Gelar Aksi Kawal Putusan MK di Depan Gedung DPRD Tegal Hari Ini
BACA JUGA: Kompak, 15 BEM Kampus 4 Daerah Konsolidasi Kawal Putusan MK
Saat ini, Andi mengatakan kepentingan pragmatis oleh kelompok tertentu cenderung mendominasi.
Sehingga ketika ada akumulasi kekuatan dalam konfigurasi politik terutama di parlemen memunculkan interprestasi yang bertentangan dengan apa yang disepakati sebelumnya.
Lebih lanjut Andi mengatakan, mundurnya etika penyelenggara bukanlah suatu hal baru yang dialami oleh sebuah negara.
Andi mencontohkan kejadian serupa terjadi di Arab Spring, Tunisia, Mesir, Libya.
"Dan berturut-turut dilihat di Srilanka dan Bangladesh. Akhirnya ada kesadaran organik, moral dan etika yang muncul dari rakyat. Dan itu yang kemarin terlihat terjadi di Jakarta dan sejumlah daerah lain," ujarnya.
Juga mendukung apa yang dilakukan oleh BPIP dalam membangun kesadaran Bersama untuk kembali kepada etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kuncinya cuma satu yaitu mencari kembali titik moral dan etika yang kemudian dipandu oleh konstitusi dan regulasi positif," jelas Andi .
Selain itu, menurut Andi, masyarakat perlu memahami transisi generasi politik dari era pendiri bangsa yang memiliki kesadaran kuat akan nasionalisme.
Sementara faktanya, jauh berbeda denga napa yang terjadi saat ini.
Meski begitu, Andi menilai generasi muda saat ini mulai mendesak agar kembali ke etika dan moral meskipun tidak mengalami era reformasi 1998 lalu.
Hal sama dikatakan Ikrar Nusa Bhakti.
Menurutnya etika dalam politik dan hukum saat ini mengalami degradasi yang sangat besar.
Dirinya menunjukkan rencana perubahan Rancagan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunjukkan adanya kepentingan politik.
“Indonesia adalah hukum yang harus memperhatikan nilai Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, dalam proses pembuatan regulasi dan produk hukumnya,” tegasnya.