BACA JUGA: Sejarah Jalan Tentara Pelajar Kota Tegal, Bukti Sahih Perjuangan Pemuda Melawan Penjajah
Upaya Kebangkitan dan Inovasi
Agatha Setiawan memahami bahwa untuk bisa bersaing di industri jamu yang semakin modern, ia harus melakukan berbagai inovasi. Namun, ia juga menyadari pentingnya mempertahankan warisan dan keaslian jamu Nyonya Girang.
Oleh karena itu, ia melakukan sejumlah langkah strategis untuk memastikan pabrik ini bisa kembali berjaya tanpa meninggalkan identitas aslinya.
"Saya melihat ada peluang besar di balik tantangan yang dihadapi pabrik ini," kata Agatha. "Jamu Nyonya Girang adalah jamu pertama di Tegal, dan itu adalah nilai historis yang sangat berharga. Kami berusaha menghidupkan kembali warisan ini sambil tetap berinovasi agar dapat bersaing dengan produk-produk modern."
Salah satu langkah inovatif yang dilakukan oleh Agatha adalah memperkenalkan produk jamu dalam bentuk yang lebih praktis seperti pil dan kapsul, meniru langkah sukses Jamu Tjipto.
Namun, ia juga tetap mempertahankan produk dalam bentuk serbuk yang bisa diseduh, untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang lebih tradisional.
BACA JUGA: Mulai Rambah Luar Negeri dan Berbagai Daerah, Begini Sejarah Warteg Bahari yang Legendaris
BACA JUGA: Sejarah Dijulukinya Tegal Sebagai Kota Bahari, Kaya Kie Asal Usule Lurr!
Perbedaan dengan kompetitor
Meskipun memiliki produk yang hampir serupa, Jamu Nyonya Girang dan Jamu Tjipto memiliki perbedaan yang signifikan dalam pendekatan bisnis dan produknya. Jamu Tjipto telah melakukan modernisasi besar-besaran dan memproduksi jamu dalam berbagai bentuk yang lebih praktis.
Sementara itu, Jamu Nyonya Girang masih mempertahankan beberapa produk tradisional dalam bentuk serbuk yang bisa diseduh, memberikan pilihan yang lebih beragam bagi konsumen.
"Perbedaan utama antara Jamu Nyonya Girang dan Jamu Tjipto terletak pada pendekatan inovasi dan kecepatan adaptasi terhadap pasar," jelas Agatha.
"Kami fokus pada kombinasi antara tradisi dan inovasi, sementara Tjipto lebih banyak mengejar modernisasi."