RADAR TEGAL - Setiap daerah Indonesia pastinya memiliki tradisi yang berbeda-beda dan hingga masih digunakan hingga zaman sekarang secara turun temurun. Salah satu yang menarik dan unik yaitu perang cendol dawet yang ada di Temanggung, Tengah.
Perang cendol dawet ini merupakan tradisi meminta turun hujan. Dalam tradisi tersebut para warga membawa cendol dawet, kemudian saling siram ke warga lainnya. Tradisi perang cendol dawet untuk meminta hujan ini dilangsungkan di tengah perkebunan kopi Desa Kemiriombo, Kecamatan Gemawang, Kabupaten Temanggung. Kegiatan tradisi ini kali terakhir dilakukan pada tahun 2018 lalu. Namun setelah empat bulan lamanya warga kesulitan mendapatkan air akibat musim kemarau panjang, akhirnya tradisi tersebut digelar kembali. Sebelum gelaran perang cendol dawet, para warga melakukan prosesi shalat istisqa di pada pukul 08.30 WIB, lalu berdoa bersama.BACA JUGA: Budaya Khas Tegal Punya Banyak Makna, Ini Dia Tari Kuntulan Tegalan
Tradisi kearifan lokal
Selanjutnya, para warga telah menyiapkan cendol dawet yang diletakkan di ember, plastik, tempat air minum dan lainnya. Namun cendol dawet tidak boleh hasil beli, harus membuat sendiri di setiap rumah untuk melakukan tradisi tersebut. Sebelum perang dimulai warga, mencicipi dulu yang mereka buat dan dibawa dari rumah. Setelah shalat istisqa telah selesai dan para warga langsung melakukan perang cendol dawet. Tidak ada rasa dendam atau benci satu sama lain, para warga disana mengaku merasa senang. Karena tujuan melakukan tradisi perang cendol dawet agar masyarakat kembali senang, yakni setelah musim kemarau panjang dan hujan segera turun ke bumi. “Tujuan dari tradisi perang cendol ini yaitu memohon kepada Tuhan dengan menjalankan sholat istisqa agar hujan segera turun. Karena di Desa Kemiriombo ini belum turun hujan. Sedangkan desa sebelah sudah diguyur hujan,” ucap Kepala Desa Kemiriombo.BACA JUGA: 5 Keunikan Suku Baduy, Salah Satunya Tak Mengenakan Alas Kaki
Menurut, Kepala Desa Kemiriombo yakni Nur Wahyu menjelaskan bahwa perang cendol dawet sudah menjadi tradisi sejak dari dahulu. “Ini sudah menjadi tradisi dari turun temurun. Hari ini juga melaksanakan shalat istisqa di hari Jumat Kliwon, berdoa, berikhtiar semoga Allah memberikan hujan,” kata Nur Wahyu. Musim kemarau yang panjang, menyebabkan banyak tanaman kopi yang merupakan komoditas unggulan masyarakat setempat mati. Bahkan, ketersediaan air bersih bagi masyarakat yang ada di tujuh dusun di Desa Kemiriombo juga semakin menipis. “Akibat musim kemarau saat ini, banyak pohon kopi milik warga yang mati. Selain itu, debit air bersih dari sejumlah sumber air juga menyusut,” tambahnya.BACA JUGA: Upacara Adat Kebo-keboan Banyuwangi, Tradisi Unik agar Warga untuk Tolak Bala
Menurut Wiwik salah satu warga Desa Kemiriombo mengaku senang bisa mengikuti tradisi perang cendol dawet ini. Meskipun seluruh tubuhnya basah terkena lemparan cendol dawet dari warga lainnya. “Meskipun seluruh basah karena terkena lemparan cendol dawet, saya senang dan berharap agar hujan segera turun dan menyirami tanaman kopi yang banyak mengering,” ujarnya. “Tradisi ini dimaksudkan untuk meminta agar hujan segera turun. Dawet ini kami buat sendiri karena rasanya lebih enak dibandingkan yang beli. Pasti manis rasanya,” imbuh Wiwik. Menurut sesepuh Desa Kemiriombo yakni Yasmorejo mengatakan perang cendol dawet ini memiliki makna tersendiri yakni cinta pada alam semesta, pelestarian lingkungan, saling berbagi rezeki, mempererat hubungan masyarakat dan saling mengingatkan antar warga untuk menuju kebaikan. “Sesepuh warga diajarkan para wali untuk membuat cendol dan melestarikan cendol. Warga pun menyertakan cendol dalam berbagai kegiatan termasuk dalam shalat istisqa,” beber Yasmorejo. Bahkan cendol yang ada di desa terbuat dari pohon lawang dan harus dilestarikan karena memiliki manfaat untuk kesehatan Demikian artikel tentang perang cendol dawet, untuk meminta agar hujan segera turun di Temanggung, Jawa Tengah. (*)