RADAR TEGAL - Kisah pemindahan Gunung Mahameru ke Jawa menyebabkan gunung suci tersebut keguguran, salah satunya yang tercipta adalah Gunung Lawu. Candi Kethek berlokasi di lereng gunung tersebut.
Sebagai candi-candi Majapahit, Candi Kethek juga menerapkan konsep punden berundak, dengan area tersuci berada di puncak yang semakin mengecil. Punden berundak sendiri sudah dikenal leluhur Indonesia sejak zaman Austronesia.
BACA JUGA:5 Fakta Menarik Candi Sukuh, Bukti Piramida Asli Masyarakat Jawa Kuno
Konsep ini pun semakin berkembang semenjak masuknya agama Hindu dari India karena bentuknya menyerupai gunung suci Mahameru. Keberadaan punden berundak di Candi Kethek pun masih berkaitan dengan Gunung Lawu.
Pada kesempatan kali ini, radartegal.disway.id akan mengajak Anda untuk mengenal salah satu candi yang terkenal di Indonesia, tepatnya di tanah Jawa. Melansir dari kanal youtube ASISI Channel berikut informasi mengenai 3 mitos punden berundak di Candi Kethek.
BACA JUGA:Situs Liyangan Setua Peradaban Romawi Kuno? Ternyata Inilah 4 Periode Sejarahnya
3 Mitos punden berundak di Candi Kethek
1. Tempat bersemayam roh leluhur
Punden berundak adalah sebentuk bangunan yang mengakomodasi kepercayaan asli bangsa Austronesia, yang menjadi cikal bakal dari peradaban Asia Tenggara, termasuk Nusantara, sebelum masuknya pengaruh Hindu.
Masyarakat Austronesia meyakini bahwa arwah dari leluhur yang telah meninggal dunia, akan bersemayam di bukit-bukit yang tinggi atau di puncak gunung.
Mereka juga meyakini bahwa hubungan dengan mereka yang telah pergi, berpengaruh pada kesejahteraan dan kesuburan manusia di bumi.
Atas dasar itulah, punden berundak dibangun semakin mengecil ke atas, menyerupai gunung, dan digunakan sebagai tempat pemujaan terhadap roh nenek moyang.
BACA JUGA:Mitologi Mahameru dan Tirta Amerta, 4 Mitos Pindahnya Himalaya ke Jawa
2. Tempat bertahtanya para dewa
Ketika pengaruh Hindu masuk, alasan pengeramatan gunung pun berkembang. Gunung-gunung dianggap suci karena menjadi tempat bersemayamnya para dewa.