RADAR TEGAL - Salah satu kebiasaan yang ada dalam masyarakat kita adalah terkait dengan makanan yang disajikan untuk keluarga yang telah meninggal dunia.
Di banyak tempat, terutama di desa-desa, masih dipraktikkan tradisi untuk mengadakan upacara seperti nelungdino, mitungdino, dan sejenisnya setiap kali ada anggota keluarga yang meninggal dunia.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana pandangan agama terhadap makan di rumah keluarga yang sedang mengadakan acara-acara semacam itu, atau makan makanan yang dikirimkan ke rumah kita dalam konteks seperti itu.
Apakah ada larangan agama terhadap tindakan tersebut?
BACA JUGA:Tinggal 3 Hari! Buruan Daftar Beasiswa Unggulan Kemendikbud 2023 DISINI
Terdapat beberapa hadits yang berkaitan dengan topik ini, di antaranya:
1. Hadits ‘Abdullah ibn Ja’far:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ: لَمَّا جَاءَ نَعْىُ جَعْفَرٍ حِيْنَ قُتِلَ قَالَ النَّبِىُّ صلى الله عليه و سلم: اصنعوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا طَعَامًا فَقَدْ أَتَا هُمْ أَمْرٌ يَشْغَلَهُمْ (رواه الخمسة)
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Abdullah ibn Ja’far ia berkata: tatkala datang berita terbunuhnya Ja’far, Nabi bersabda: buatlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang musibah yang membuat mereka repot (Hadits riwayat lima orang ahli hadits)
2. Riwayat Imam Ahmad:
كُنَّا نَعُدُّ الْاِجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصْنَعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دفنه مِنَ النِّيَاحَةِ (رواه أحمد)
Artinya: Kami (sahabat) menganggap bahwa berkumpul di rumah duka dan membuat makanan sesudah mayit (dikuburkan) adalah termasuk meratap
3. Riwayat Ibnu Majah:
رُوِىَ أَنَّ جَرِيْرً وَفَدَ عَلَى عُمَرَ فَقَالَ: هَلْ يُنَاحُ عَلَى مَيْتِكُمْ؟ قَالَ: لَا، قَالَ: وَ هَلْ يَجْتَمِعُوْنَ عِنْدَ أَهْلِ الْمَيِّتِ وَ يَجْعَلُوْنَ الطَّعَامَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: ذَالِكَ النَّوْحُ (رواه ابن ماجة)
Artinya: Ketika Jarir datang kepada Umar ia ditanya: apakah mayit—kaummu—diratapi?, Jarir menjawab: tidak, Umar bertanya lagi, apakah mereka membuat makanan di keluarga mayit?, dijawab: benar, Umar berkata: itu ratapan.