Sejarah mencatatnya sebagai seorang ulama yang pernah mengguru pada Syekh Siti Jenar, sosok yang kontroversial namun penuh hikmah.
Tak sedikit versi mengenai asal-usul Mbah Panggung, tetapi kali ini kita tak akan menggali lebih dalam.
Yang jelas, sosoknya meninggalkan jejak berharga dalam ingatan masyarakat. Mbah Panggung dikenang sebagai ulama penting di Tegal, yang memiliki dua hewan peliharaan setia, Iman dan Taukhid (Tokid), yang selalu menemani setiap langkahnya.
Karya terkenalnya, Suluk Marang Sumirang, lahir ketika beliau dihukum oleh para Wali. Karya ini menjadi warisan berharga yang mengandung makna mendalam dan diturunkan dari generasi ke generasi.
Makam Mbah Panggung berada di tengah pemakaman umum, sebuah tempat yang tenang dan khidmat. Gerbang utama makam dihiasi dengan tulisan-tulisan arab yang sarat makna.
Sekelilingnya diapit oleh tembok batu bata setinggi satu meter, yang memberi kesan magis pada tempat suci ini.
Di dalam area tersebut, berjejer makam-makam lainnya. Namun, jelas sekali, makam Mbah Panggung memiliki aura tersendiri yang membuatnya begitu istimewa.
Untuk mencapai makamnya, pengunjung harus melewati lorong panjang yang didekorasi dengan keramik berwarna hitam putih yang menyilang seperti papan catur.