“Kedua, penembakan gas air mata ke arah tribun penonton yang penuh sesak oleh Polri melanggar prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian,” tegas Fatia.
Penembakan gas air mata dalam stadion itu, sambung Fatia, melanggar prinsip-prinsip yang diatur.
Yakni proporsionalitas (penggunaan kekuatan yang proporsional, sesuai dengan ancaman yang dihadapi).
Lalu nesesitas (penggunaan kekuatan yang terukur, sesuai dengan ketentuan di lapangan).
BACA JUGA:127 Penonton Arema FC vs Persebaya Meninggal Dunia, Ganjar Pranowo Sampaikan Duka Mendalam
Serta prinsip alasan yang kuat (penggunaan kekuatan yang beralasan dan dapat dipertanggungjawabkan).
Ketiga, tindakan berlebihan yang dilakukan anggota Polri menyalahi prosedur tetap pengendalian massa.
Dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, b dan e Perkapolri Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, memuat larangan hal-hal yang dilakukan satua dalmas.
a. Bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa;
b. Melakukan tindakan kekerasan yang,
e. keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan.
BACA JUGA:Aksi Balap Liar di Taman Dibubarkan Polisi: Jika Balapan Lagi Sanksi Tegas Menanti
Keempat, yakni membawa dan penggunaan senjata gas air mata.
Hal itu jelsa melanggara ketentuan Federation International de Football Association (FIFA) Stadium Safety and Security.
Dalam Pasal 19 poin b ditegaskan bahwa: “No firearms or crowd control gas shall be carried or used.”
KontraS, lanjut Fatia, menilai penggunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan itu tidak sesuai dengan prosedur.