JAKARTA - Istri Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, ternyata sudah melaporkan Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J ke Polres Metro Jakarta Selatan.
Perempuan yang juga dokter gigi itu bahkan melaporkan ajudan suaminya itu dengan dua pasal sekaligus. Selain soal dugaan pencabulan, Putri juga melapor soal ancaman tindakan kekerasan.
“Yang jelas kami terima dua LP atau laporan dari ibu Kadiv Propam soal pasal persangkaan 335 KUHP dan 289 KUHP,” kata Kapolres Metro Jaksel, Kombes Budhi Herdi Susianto, Selasa (12/7).
Perwira menengah Polri itu menegaskan pihaknya bakal memproses kedua laporan tersebut. Menurut Kombes Budhi, istri jenderal polisi bintang dua itu juga merupakan seorang warga negara yang mempunyai hak seperti masyarakat pada umumnya.
"Tentunya ini juga ini kami buktikan dan proses, karena setiap warga negara punya hak yang sama di muka hukum. Equality for law juga benar-benar kami terapkan," ujar Budhi
Adapun tindakan pencabulan dan ancaman kekerasan ini dilakukan, Jumat (8/7) lalu, di kediaman Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jaksel.
Pada saat itu, Brigadir J masuk ke kamar pribadi dan Putri Ferdy Sambo sedang istirahat. Brigadir J kemudian melakukan pelecehan dan menodongkan pistol ke kepala Putri Ferdy Sambo.
Korban yang merupakan anggota Bhayangkari itu langsung berteriak dan meminta tolong kepada anggota Polri lain yang ada di rumah. Teriakan itu langsung direspons Bharada E yang ada di rumah itu dengan langsung bergegas ke kamar.
Brigadir J yang panik kemudian keluar dan bertemu dengan Bharada E. Bharada E yang merupakan ajudan Irjen Ferdy Sambo menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
Bukannya menjawab, Brigadir J malah menembak Bharada E dari jarak sekitar 10 meter. Namun, tembakan itu tidak kena dan dibalas oleh Bharada E hingga menyebabkan Brigadir J tewas di tempat.
Pasal 335 KUHP sendiri berbunyi: Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Sedangkan Pasal 289 KUHP berbunyi: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, dihukum karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan dengan pidana selama-selamanya sembilan tahun. (*)