Mudik Ternyata Bukan Budaya dan Tradisi Islam, Begini Asal Usulnya Kata Sejarawan

Selasa 03-05-2022,06:00 WIB

Mudik selalu identik dengan Lebaran atau Idulfitri. Meski begitu, mudik ternyata bukanlah budaya atau tradisi umat Islam. 

Padahal, setiap menjelang hari raya Idulfitri, ulasan tentang mudik setiap hari selalu diulas dan ditulis berbagai media baik cetak, online hingga televisi dan radio. 

Apalagi tahun ini, dianggap sebagai momentum karena sudah 2 tahun berturut-turut masyarakat "dilarang" mudik ke kampung halaman. Alasannya agar tidak menimbulkan paparan baru virus Covid-19 yang ketika itu memang sedang ganas-ganasnya. 

Meski demikian, publik tentu jarang ada yang tahu, asal usul mudik pada momentum hari raya Idulfitri. Faktanya, meskipun istilah mudik sangat populer pada saat hari raya umat Islam, ternyata istilah mudik sendiri bukanlah merupakan budaya atau tradisi umat Islam. 

"Mudik ini bukan tradisi Islam, juga tidak ada dalam sejarah Islam di Indonesia sebelumnya. Dulu para perantau di Medan yang luar biasa banyaknya, pun tidak merasa perlu mudik saat Idulfitri," kata Dr Phil Ichwan Azhari Sejarawan Sumatera Utara melalui postingan Facebooknya seperti yang dikutip Fin.co.id, Selasa 3 Mei 2022. 

Peneliti Rumah Sejarah Medan itu mengungkapkan mudik itu sebenarnya hanya fenomena baru, kegelisahan manusia modern karena kota tidak membuat dirinya home dan merasa perlu lari ke kampung menyelamatkan diri yang sepi di kota.

Atau kompensasi keterputusan kota dan kampung di luar Idul Fitri yang tidak pernah dikunjungi si malin kundang perantau ini? Lalu semua ditumpuk dan ditebus dikunjungi saat Idul Fitri?

Kegiatan mudik selalu menjadi topik utama pada 1 minggu sebelum dan sesudah Idul Fitri dalam berbagai media. 

"Mudik dianggap identik dengan Idul Fitri. Sementara perayaan idul fitri merupakan tradisi perayaan Hari Raya yang berkembang di Indonesia sejak akhir abad 19 dan awal abad 20. Jadi khas Indonesia, sebab di negara lain seperti Timur Tengah, kegiatan seperti itu tidak ditemukan." kata Ichwan melalui sumber Risalah Sumatera.

Lalu yang menjadi pertanyaan sejak kapankah mudik menjadi tradisi masyarakat Indonesia dalam merayakan Idul Fitri?

"Saya mencoba membaca beberapa arsip surat kabar lama di Rumah Sejarah Medan yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri seperti surat kabar Pewarta Deli Juli 1917 dan surat kabar Soeara Atjeh Maret 1930," sebutnya.

Dia menyebutkan pada surat kabar Pewarta Deli edisi Juli 1917, berita dan tulisan yang mengisi satu minggu sebelum dan sesudah lebaran adalah berupa berita tentang kondisi daerah (seperti Tapanoeli, Medan, Tebing Tinggi, Labuhan Bilik, Bindjai), berita kriminal (seperti pencurian), berita ekonomi di Sumatera Timur, berita internasional (seperti Jepang, Eropa, Belanda, Cina), berbagai iklan produk, cerpen, serta beberapa ucapan dan Puisi Hari Raya.

Setidaknya dari analisis surat kabar Pewarta Deli tahun 1917 itu, suasana Hari Raya di media massa hanya diisi dengan ucapan sederhana selamat Hari Raya, puisi Hari Raya oleh redaksi, dan beberapa iklan produk yang berkaitan dengan Hari raya.

Surat kabar Pewarta Deli yang dicetak di Deli ini sama sekali tidak ada memuat berita dan tulisan mengenai mudik meskipun Deli pada masa itu merupakan kota yang banyak dihuni oleh migran dan perantauan.

Pada surat kabar Soeara Atjeh edisi Maret 1930 ada berita dan tulisan yang mengisi suasana menjelang dan sesudah Idul Fitri.

Tags :
Kategori :

Terkait