Minyak goreng bermasalah di negara penghasil kelapa sawit membuat banyak orang mengernyit. Apalagi pemerintah mengaku keok dengan pengusaha.
Hal ini membuat prihatin Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PPP Achmad Baidowi (Awiek).
“Kita bisa menjadikan itu usul inisiatif apakah dari pemerintah atau DPR untuk merevisi UU Itu. Supaya regulasi tidak lagi dijadikan alasan untuk tidak bisa bekerja secara maksimal menindak kartel-kartel yang ada,” kata Awiek kepada awak media, Jumat (18/1).
Awiek menyoroti pernyataan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang berdalih keterbatasan kewenangan dalam menindak dugaan berbagai penyimpangan yang dilakukan mafia dan spekulan dalam distribusi minyak goreng.
Karena itu, Awiek mengusulkan revisi undang-undang perdagangan untuk memberikan keleluasaan dan juga peran yang lebih kepada Kemendag terkait dengan tata perniagaan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan, adanya mafia dan spekulan ingin ambil keuntungan di tengah permasalahan minyak goreng.
Dia mengklaim, sebenarnya distribusi minyak goreng di setiap provinsi cukup untuk masyarakat.
Lutfi menyebut, terdapat tiga provinsi yang diklaim memadai pasokan minyak goreng yakni Sumatera Utara, Jakarta, dan Jawa Timur.
“Jadi ada tiga derah yang mirip seperti itu, pertama Surabaya, Jawa Timur yang distribusinya mencapai 91 juta, di Jakarta yang totalnya 85 juta dengan 11 juta rakyat, dan di Sumatera Utara yang mestinya berlimpah,” kata Lutfi dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3) kemarin.
Namun menurutnya, ada pihak-pihak yang memang sengaja mengambil kesempatan dalam kesempitan terkait minyak goreng.
“Jadi, maen spekulasi, deduksi kami ini ada orang-orang yang mendapat, mengambil kesempatan di dalam kesempitan,” ucap Lutfi dikutip dari Fajar.co.id.
Lutfi pun menjelaskan, mengapa minyak goreng bisa langka terutama di tiga provinsi yang disebutkan tadi. Dia menduga, karena adanya indrustri dan kedekatan dengan pelabuhan.
“Jadi bapak dan ibu, kalau ini keluar dari pelabuhan rakyat, satu tongkang bisa seribu ton atau satu juta liter dikali 7 ribu, 8 ribu rupiah, ini uangnya 8 sampai 9 miliar rupiah. Kementerian Perdagangan tidak bisa melawan penyimpangan-penyimpangan tersebut,” papar Lutfi.
Sementara adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan tidak kuat dalam melawan adanya mafia-mafia tersebut.
“Bapak dan ibu, yang terjadi adalah ketika banyak dari minyak ini tidak bisa dipertanggungjawabkan, makanya terjadilah kemiringan-kemiringan tersebut. Jadi pelajaran yang kami dapat di sini adalah ketika harga berbeda melawan pasar segitu tinggi. Dengan permohonan maaf Kementerian Perdagangan tidak bisa mengontrol. Karena ini sifat manusia yang rakus dan jahat,” pungkasnya dikutip dari Jawapos.com. (ima/rtc)