Penjelasan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas yang seolah membandingkan suara toa masjid dengan gonggongan anjing benar-benar berbuntut panjang. Tak hanya dihujat, kini Menag juga mendapatkan banyak penolakan.
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatra Barat Fauzi Bahar misalnya. Dia tegas-tegas menyatakan haram Menag Yaqut Cholil Qoumas menginjak tanah Minangkabau.
Sikap LKAAM itu menyusul penyataan Menag Yaqut Cholil yang menyamakan suara toa masjid dengan gonggongan anjing. Fauzi Bahar menyebut ucapan Menag Yaqut Cholil itu bukan saja menyakiti masyarakat Minangkabau, tapi juga seluruh umat Islam.
Menag Yaqut, menurut Fauzi Bahar, juga telah menyalahgunakan wewenang yang diberikan Presiden Jokowi. “Kasihan kita kepada Bapak Presiden yang telah mempercayakan kepada dia, dan dia menyalahgunakan wewenang itu,” katanya, Kamis (24/2).
Menurut Fauzi Bahar, karena itulah LKAAM Sumatra Barat menyatakan haram Menag Yaqut menginjakkan kaki di tanah Minangkabau. “Saya menyatakan, atas nama ketua LKAAM Sumatra Barat, haram untuk Menteri Agama menginjakkan tanah Minangkabau. Haram, ya!” tegasnya.
Karena itu, Fauzi Bahar mengingatkan Menag Yaqut agar jangan pernah datang ke tanah Minangkabau. “Jadi, jangan coba-coba menginjak tanah Minangkabau. Ini Islam, ya. Ini Islam sejati. Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah,” tegasnya lagi.
Menurutnya, apa yang diucapkan Menag Yaqut itu sudah sangat kelewat batas.
“Kita sebagai umat Islam, menyatakan menentang apa yang diberikan oleh beliau itu bagaimana suara mik yang ia katakan sama dengan suara gonggongan anjing,” kata dia.
“Demi Allah, kita akan perjuangkan perjuangan ini,” tekan Fauzi Bahar.
Seperti diketahui saat berada di Gedung Daerah Provinsi Riau, Rabu, 23 Februari 2022, Menag Yaqut menilai suara-suara Toa di masjid selama ini adalah bentuk syiar.
Hanya, jika dinyalakan dalam waktu bersamaan, akan timbul gangguan. “Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa?,” katanya.
“Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan.”
“Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu,” lanjutnya.
Ia kemudian meminta agar suara Toa diatur waktunya. Jadi niat untuk syiar tidak menimbulkan gangguan masyarakat.
“Agar niat menggunakan speaker sebagai untuk sarana, melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan dan tidak mengganggu,” tandasnya. (poj/zul)