Kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) soal tata cara pencairan jaminan hari tua (JHT) bagi pekerja di BPJS Ketenagakerjaan memicu kritikan publik. Salah satunya diungkapkan Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Kemenaker diingatkan Puan Maharani JHT bukan dana milik pemerintah. Tetapi merupakan dana hak penuh milik pekerja atau buruh.
"Perlu diingat, JHT bukanlah dana dari Pemerintah, melainkan hak pekerja pribadi karena berasal dari kumpulan potongan gaji teman-teman pekerja, termasuk buruh," kata Puan dalam keterangan tertulisnya dikutip, Selasa (15/2).
Sekadar diketahui, Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) mendapat banyak penolakan. Utamanya dari kalangan buruh dan karyawan.
Dalam aturan itu disebutkan, klaim JHT baru bisa dilakukan 100 persen saat pekerja berada pada usia masa 56 tahun. Atau mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia (kepada ahli waris).
"Kebijakan itu sesuai dengan peruntukan JHT. Namun, kurang sosialisasi dan tidak sensitif terhadap keadaan masyarakat, khususnya para pekerja," ujar Puan lagi.
Puan menganggap ketentuan permenaker yang baru memberatkan para pekerja yang membutuhkan pencairan JHT, sebelum bersia 56 tahun. Apalagi saat pandemi Covid-19, tidak sedikit pekerja yang dirumahkan atau bahkan tdipecat dari tempatnya bekerja.
"Banyak pekerja yang mengharapkan dana tersebut sebagai modal usaha, atau mungkin untuk bertahan hidup dari beratnya kondisi ekonomi saat ini. Sekali lagi, JHT adalah hak pekerja," katanya.
Meski para pekerja yang terdampak PHK (pemutusan hubungan kerja) bisa memanfaatkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), hal tersebut dianggap tidak cukup.
Puan menilai JKP bukan solusi cepat bagi pekerja yang mengalami kesulitan ekonomi.
"Program JKP sendiri baru mau akan diluncurkan akhir bulan ini. Untuk bisa memanfaatkannya, pekerja yang di-PHK harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang prosesnya tidak sebentar," ujarnya.
Salah satu kriteria bagi penerima manfaat JKP adalah dengan membayar iuran program JKP 6 bulan berturut-turut selama 12 bulan dalam 24 bulan saat masih bekerja.
Belum lagi dana yang diterima pun tidak bisa langsung seperti layaknya JHT. "Lantas bagaimana dengan pekerja yang kemudian mengalami PHK untuk 24 bulan ke depan dan membutuhkan dana? Mereka tidak bisa langsung menerima manfaat JKP, tetapi juga tidak bisa mencairkan JHT," ujar Puan.
Mantan Menko PMK ini pun menilai subsidi atau bantuan sosial dari Pemerintah tidak bisa menjadi jawaban utama untuk masyarakat yang terkena dampak PHK.
Selain karena program tersebut belum bisa menjangkau seluruh korban PHK, subsidi dan bansos bukan solusi jangka panjang.