Bentrokan warga Desa Seituan, Pantai Labu, Deliserdang, Sumut dengan prajurit TNI AD di lahan persawahan, Selasa (4/1) lalu, langsung viral. Diduga, kericuhan itu terkait saat sejumlah tentara berpakaian loreng-loreng hendak memasangi plang di areal persawahan seluas 65 hektare.
TNI AD mengklaim persawahan yang kini dikuasai masyarakat adalah milik Pusat Koperasi Angkatan Darat (Puskopad) A Dam I/BB sesuai putusan Mahkamah Agung (MA). Sedangkan warga mengungkapkan, tanah yang mereka garap itu sudah turun temurun dikuasai sejak kakek neneknya.
Viralnuya bentrokan itu, karena peristiewa itu sempat direkam, diunggah, dan disiarkan langsung salah seorang petani yang memiliki akun Facebook Samarya Uyee Samarya Parbellakk.
Menanggapi viralnya kejadian itu, Sekum Puskopkar “A” BB Letkol Caj Drs Wendrizal membeberkan kronologi kejadian di Dusun Saor Matio Desa Seituan Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deliserdang, Sumut itu.
Saat itu, pihaknya ingin memasang plang pemberitahuan bahwa lahan tersebut adalah milik Kodam I/BB berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA). Adapun pada saat itu terjadi kericuhan antara pihak TNI dengan masyarakat dan dikabarkan ada anak-anak yang ikut menjadi korbannya.
Letkol Wendrizal menjelaskan sekitar pukul 07.15 WIB, dia memimpin personel Puskopar dan Yonzipur I/DD untuk melaksanakan apel. “Pasukan tiba di lokasi sekitar pukul 09.30 WIB. Pasukan langsung ke titik rencana pemasangan di sebelah Timur lahan,” kata Letkol Wendrizal, Rabu (5/1), sebagaimana yang dikutip dari pojoksatu.id.
Dikatakannya pemasangan plang tidak terlaksana, karena penggarap tidak mengizinkannya. Saat itu massa masyarakat cukup ramai.
Menghindari pergesekan dengan masyarakat, pihaknya pun tidak jadi memasang plang di titik Timur. Pihaknya pun berangkat ke titik Barat, yakni lokasi yang perbatasan dengan jalan aspal dan tali air.
Di titik tersebut personelnya berhasil pasang plang. “Sekitar 10.30 WIB massa semakin ramai dan sebagian besar ibu dan orang tua yang memprovokasi pasukan terpancing untuk melakukan pemukulan atau tindakan kekerasan,” jelasnya seperti dilansir Tribunmedan.
Pukul 11.30 WIB pasukannya mulai istirahat. Momen itu pula dimanfaatkan penggarap untuk membuat penghadangan jalan menggunakan batu dan kayu di depan truck Yon Zipur I/DD.
Karena pemasangan plang kedua dan ketiga untuk titik selatan dan timur lokasi tidak dilaksanakan, personilnya diperintahkan untuk meninggalkan lokasi.
Sayangnya, dua unit truk mobil Yonzipur I/DD di titik timur tidak bisa meninggalkan lokasi. Pasalnya jalan telah diblokir penggarap dengan kayu, batu, dan massa berkerumun.
Para masyarakat meminta agar plang yang telah dicabut untuk meninggalkan lokasi. Di situasi itu, Wendrizal menawarkan beberapa opsi kepada penggarap.
Pertama, penggarap mencabut sendiri plang kepemilikan yang terlah didirikan oleh Puskopar “A” BB. Namun penggarap menolak hal tersebut.
Kedua, Puskop Kartika “A” BB akan mencabut plang kepemilikan HGU dengan syarat penggarap juga mencabut plang yang telah didirikan penggarap. Kala itu tidak ada kesepakatan di antara kedua belah pihak.