Harga BBM dan Elpiji Berpotensi Naik Jika Pemerintah Jadi Terapkan Pajak Karbon

Sabtu 20-11-2021,04:40 WIB

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan rencana pengenaan pajak karbon berpotensi memicu kenaikan harga energi, termasuk BBM dan LPG.

Menurutnya, Kementerian ESDM juga sudah membuat simulasi soal potensi kenaikan harga. Simulasi mereka masukkan dalam tiga skema usulan perhitungan dasar penerapan pajak karbon (carbon tax) sektor energi.

"Ini tentu akan menyebabkan kenaikan harga baik di sisi hulu maupun di hilir bagi pemasar yang menghasilkan karbon", kata Arifin, Jumat (19/11/2021)

Arifin menyebut, ada tiga usulan yang diajukan Kementerian adalah USD2 per ton (Rp30/kg CO2e), USD5 per ton (Rp75/kg CO2e), dan USD10 per ton (Rp150/kg CO2e).

"Tiga skema itu punya pengaruh pada tambahan biaya dan harga baik di sektor hulu dan hilir bagi pemasar energi yang menghasilkan karbon," ujarnya.

Arifin menuturkan jika pajak karbon ditetapkan USD2per ton atau Rp30 per kg CO2e misalnya, maka terdapat tambahan biaya USD0,1 per ton dari sisi produksi batu bara dengan intensitas emisi 38,3 Kg CO2/ton dan produksi minyak dengan intensitas emisi 46 kg Co2/barel.

Selanjutnya jika sisi produksi gas bumi memiliki intensitas emisi sebesar 6.984 kg CO2/MMSCF, maka akan ada tambahan biaya USD0,01/MSCF.

"Dari sisi konsumen, potensi sama juga bisa terjadi. Misalnya, bagi konsumen yang menggunakan BBM dengan intensitas 2,13 kg CO2/liter, akan ada potensi peningkatan biaya sebesar Rp64 per liter," terangnya.

Sedangkan untuk konsumen gas atau LPG dengan intensitas emisi 54,6 kg CO2/MSCF dan Rp38/kg untuk LPG dengan intensitas emisi 1,26 kg CO2/kg terdapat tambahan harga sebesar Rp1.638/MSCF.

"Pengenaan pajak karbon juga berdampak pada tambahan biaya pada sisi konsumen batu bara. Terdapat tambahan biaya pembangkit sebesar Rp29/kWh dan tambahan di industri sebesar USD5 per ton dengan intensitas emisi 2.526 kg CO2/ton atau 0,95 kg CO2/kWh," imbuhnya.

Sementara pada sektor ketenagalistrikan, lanjut Arifin, jika asumsi penjualan listrik negara 265,85 TWh dengan besaran produksi CO2e mencapai 5,33 ton per tahun, maka pengenaan pajak karbon senilai USD1 per ton akan meningkatkan pendapatan negara senilai Rp76,49 miliar.

"Hal tersebut juga seiring dengan penambahan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik senilai Rp76,49 miliar, dan penambahan subsidi listrik senilai Rp20,46 miliar serta kompensasi senilai Rp61,38 miliar," pungkasnya.

Dapat diketahui, tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp30,00 per kg CO2e. Pajak berlaku pada 1 April 2022 di subsektor PLTU batu bara dengan skema cap & tax. (der/zul)

Tags :
Kategori :

Terkait