Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, total kerugian akibat keberadaan investasi bodong atau ilegal mencapai Rp117,4 triliun. Angka kerugian investasi bodong ini akumulasi selama 10 tahun sejak 2011 hingga 2021.
“Kalau kita tarik, 2011 sampai 2021 kerugian investasi bodong mencapai Rp117,4 triliun,” ungkap Kepala Pengawasan Pasar Modal 1A OJK, Luthfy Zain Fuady, Sabtu (6/11).
Namun, khusus tahun ini, kata Luthfy, total kerugian investasi ilegal menurun menjadi Rp2,5 triliun, dibandingkan tahun lalu sebesar Rp5,9 triliun.
"Angka kerugian terbesar adalah pada 2011 yang mencapai Rp68,62 triliun. Sementara kerugian paling kecil selama 10 tahun terakhir terjadi pada 2014 yakni sebesar Rp0,23 triliun," ujarnya.
Menrut Luthfy, jika angka kerugian yang fantastis itu dialokasikan ke dalam investasi legal, maka akan membantu memperkuat pasar modal Indonesia.
“Ini kalau kita masukkan ke investasi yang legal di pasar modal kita, tentu akan memperkuat pasar,” ujarnya.
Sebagai regulator, OJK dikatakan telah memiliki sejumlah upaya untuk perlindungan investor. Mulai dari pencegahan kerugian, yang merujuk pada pasal 28 UU OJK.
Di antaranya OJK memberikan edukasi kepada masyarakat tentang produk jasa keuangan. Meminta Lembaga jasa keuangan menghentikan kegiatannya apabila berpotensi merugikan masyarakat.
Selain itu, OJK juga mengupayakan pelayanan pengaduan konsumen yang merujuk pada pasal 29 UU OJK. Dalam hal ini, OJK menyiapkan perangkat dan mekanisme pelayanan pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku lembaga jasa keuangan.
Kemudian memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku lembaga jasa keuangan.
"Selanjutnya, OJK juga memberikan pembelaan hukum yang merujuk pada pasal 30 UU OJK. Di mana OJK memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan," pungkasnya. (der/zul)