"Sudah melakukan operasi kanker prostat berapa kali?" tanya saya.
"Sudah banyak sekali?" jawab dokter Wahyu.
"Ada 100 kali?“
“Ya sekitar itu," jawabnya.
Dokter Wahyu alumnus Unair. Sejak dokter, spesialis sampai doktor. Ia menambah pendidikannya tiga kali ke Belanda, sekali ke Prancis dan Singapura. Termasuk mengikuti praktik operasi menggunakan robot.
"Pernah melakukan operasi menggunakan robot?"
“Belum," jawabnya. "Kan kita belum punya alatnya," tambahnya. "Operasi menggunakan robot itu lebih mudah," kata Wahyu yang tamat SMAN 2 Madiun.
Pokoknya kanker prostat itu bukan lagi sakit yang gawat. Kemungkinan berhasilnya bisa 99 persen.
Kecuali ketahuan kankernya sudah sangat telat. Itu pun masih banyak yang berhasil. Contohnya Pak Sudi Silalahi. Ia sudah sampai berdarah-darah —saat kencing di pesawat kepresidenan di Kyoto. RSPAD Jakarta yang melakukan operasi kanker prostatnya. Sembuh. Total. Giat lagi di jabatannya sebagai menteri sekretaris negara.
Bahwa minggu lalu beliau meninggal dunia, tidak ada hubungannya dengan itu. "Kanker beliau sudah bersih dan tetap bersih sampai beliau meninggal," ujar orang paling dekatnya.
"Apakah kanker prostat bisa menyebar?" tanya saya.
"Bisa. Punya potensi menyebar ke tulang belakang," ujar dokter Wahyu. "Kalau sudah menyebar tidak disarankan lagi untuk operasi prostat," katanya.
Berarti kanker di prostat Pak SBY belum menyebar. Masih bisa dioperasi. Keputusan melakukannya sekarang adalah tepat.
Dua pemimpin tertinggi Singapura, Goh Chok Tong dan Lee Hsien Loong, juga mengalaminya. Sembuh total. Sampai sekarang pun tetap sehat. Lee Hsien Loong tetap menjabat perdana menteri.
Pak SBY tentu bisa menjalani pengobatan ini dengan sepenuh hati. Persoalan Partai Demokrat sudah tidak kritis lagi. Secara fisik Pak SBY juga masih terlihat segar. Badannya juga sudah terlihat tidak terlalu gemuk lagi.
Semua faktor yang ada terlihat mendukung keberhasilan pengobatan Pak SBY. Apalagi ditambah doa berjuta manusia.