Gaya komunikasi politik Presiden Joko Widodo berbeda dari pemimpin sebelumnya. Komunikasi politik tidak bisa dengan mengarang lagu dan menulis buku tebal.
Meski tidak menyebut nama, sepertinya sindiran ini dialamatkan kepada Presiden RI ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sindiran itu diungkapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Selasa (26/10).
Partai Demokrat pun langsung bereaksi. "Soal kekosongan posisi jubir presiden, sepenuhnya hak prerogatif Presiden Jokowi. Kami akan menghargai dan menghormati keputusan Presiden siapapun nantinya yang akan dipilih dan ditugaskan menempati posisi tersebut. Termasuk jika Hasto yang mendapatkan penugasan tersebut," ujar Deputi Bappillu PD, Kamhar Lakumani di Jakarta, Selasa (26/10).
Menurutnya, tidak tepat jika ucapan politik karangan lagu ditujukan kepada SBY. Dia beralasan kemampuan SBY di bidang seni adalah anugerah yang luar biasa.
"Kami berbaik sangka saja. Adalah benar bahwa Pak SBY memiliki karya tulis berupa buku dan karya seni. Tak hanya lagu. Saat ini juga berupa lukisan. Ini bakat luar biasa sekaligus tanda keseimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan yang optimal dari Pak SBY," imbuhnya.
Kamhar juga menyinggung soal jubir Presiden di era kepemimpinan SBY selama 10 tahun. Jabatan jubir Presiden saat itu mumpuni dan justru populer di masyarakat.
"Menjadi tak relevan sindiran Hasto jika dikaitkan dengan keberadaan jubir kepresidenan. Karena meskipun Pak SBY bukan yang pertama menggunakan jubir kepresidenan, namun di era Pak SBY, peran jubir kepresidenan menjadi sangat populer. Yaitu Andi Mallaranggeng dan Dino Pati Jalal di periode pertama. Lalu Julian Aldrin Pasha di periode kedua. Mereka adalah intelektual-intelektual terkemuka dengan reputasi dan capaian yang mendapatkan pengakuan nasional dan internasional," terang Kamhar.
Justru, lanjutnya, jika Hasto menegaskan ucapannya itu untuk menyindir SBY, Kamhar menilai Hasto gagal move on. Dikatakan, dalam fatsun etika politik berbangsa dan bernegara, penguasa yang sedang berkuasa tak patut dan tak pantas menjelek-jelekkan penguasa pendahulunya.
SBY, lanjutnya, tak pernah menghakimi apalagi menjelek-jelekkan pemerintahan Megawati Soekarnoputri. (rh/zul)