Pemerintah hingga kini belum mengucurkan dana dari APBN untuk menopang pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung. Pernyataan itu diungkapkan Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, Senin (11/10).
Pernyataan tersebut sekaligus menjawab isu yang berkembang bahwa proyek yang digarap oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) tersebut sudah mendapatkan suntikan dana APBN. Hingga saat ini proses konstruksinya masih dilakukan secara bussiness to bussiness (B to B).
Arya mengakui memang terjadi pembengkakan anggaran pembangunan kereta api cepat itu. Semula kebutuhan dana diasumsikan senilai USD6,07 miliar atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) kemudian biaya naik menjadi USD8 miliar atau Rp114,24 triliun per September 2021.
Perlu diketahui, isu soal diperbolehkannya pembangunan kereta api cepat menggunakan dana APBN, karena terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Dalam Perpres itu dimungkinkan proyek tak lagi mengandalkan skema pembiayaan B to B, namun bisa didukung dengan APBN. Meski begitu, Arya menegaskan bahwa dana APBN yang nanti digunakan untuk mendukung proyek itu harus berdasarkan hasil audit dari BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan).
Tanpa ada dasar yang kuat dari hasil audit itu, negara menjamin tidak ada satu rupiah pun yang akan mengalir untuk proyek tersebut.
"Audit dulu baru ditetapkan berapa angka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek KCIC sehingga ketika minta bantuan dari pemerintah angkanya udah bener-benar bersih. Kita minta audit mudah-mudahan selesai bulan Desember ini," kata Arya dalam keterangannya, Senin (11/10).
Terkait dengan potensi pembengkakan anggaran pembangunan infrastruktur kereta api cepat, Arya menilai bahwa hal itu wajar. Bahkan di banyak negara yang baru menjalankan proyek kereta api cepat selalu ada revisi biaya pembangunan.
Hal itu dikarenakan meningkatnya harga lahan setiap tahunnya dan juga adanya perubahan desain. Perubahan desain umumnya terjadi untuk satu track yang panjang.
"Masalah lahan dan perubahan desain karena kondisi geologis di setiap wilayah itu beda. Jadi nggak ada namanya kelebihan anggaran akibat pembangunan ini. Kita juga menjaga agar di dalam proyek ini tidak ada potensi korupsi atau penyelewengan," pungkas dia. (git/zul)