Pegawai yang Digaji Rp4,5 Juta Sebulan Tak Kena Pajak Penghasilan (PPh)

Sabtu 09-10-2021,08:20 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan wajib pajak (WP) perorangan yang memiliki pendapatan Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun tidak dikenakan pajak penghasilan atau PPh. Ketentuan tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Saya ingin tegaskan di sini dengan UU HPP, setiap orang pribadi yang punya pendapatan sampai Rp4,5 juta per bulan atau Rp53 juta per tahun itu dia tidak dikenakan pajak," kata Sri, pada konferensi pers daring, dikutip Jumat (8/10/2021).

Sri menjelaskan, bahwa ada empat tingkatan tarif dalam PPh yang baru. Tingkat pertama adalah rentang penghasilan Rp0-Rp60 juta dengan tarif PPh 0 rupiah alias dibebaskan.

"Kedua, dari Rp60 juta-Rp250 juta dengan tarif pajak sebesar 15 persen. Ketiga, dari Rp250 juta-Rp500 juta per tahun dengan tarif pajak 25 persen, khusus untuk tingkatan ini tidak ada perubahan dari aturan sebelumnya," terangnya.

Keempat, lanjut Sri, untuk pendapatan Rp500 juta-Rp5 miliar dikenakan tarif 30 persen. Bila dalam aturan sebelumnya aturan dimaksimalkan hingga Rp500 juta per tahun, kini WP berpenghasilan di atas Rp5 miliar dikenakan tarif pajak 35 persen.

"Saya tekankan, tak semua pemilik Nomor Induk Kependudukan (NIK) lantas bakal dipajaki. Hanya mereka yang berpenghasilan di atas Rp60 juta per tahun saja yang berkewajiban bayar pajak penghasilan," pungkasnya.

Sementara itu, pemerintah menetapkan tarif tunggal untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal itu tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan dalam rapat paripurna DPR, Kamis (7/10) lalu.

Dalam aturan baru tersebut, PPN akan dinaikkan menjadi 12 persen secara bertahap. Mekanismenya adalah, PPN akan dinaikkan menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 dan dinaikkan kembali menjadi 12 persen, paling lambat 1 Januari 2025.

"Pemerintah memahami aspirasi masyarakat melalui fraksi-fraksi DPR bahwa penerapan multi tarif PPN dikhawatirkan akan meningkatkan cost of compliance," kata Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, dalam, keterangannya Kamis kemarin.

Yasonna menyatakan, penerapan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi masyarakat dan dunia usaha yang masih belum pulih dari dampak COVID-19.

Selain itu, jika tarif dinaikkan 12 persen pada saat ini dikhawatirkan akan meningkatkan cost of compliance dan menimbulkan potensi dispute (sengketa) sehingga disepakati sistem PPN tetap menerapkan tarif tunggal. (der/zul)

Tags :
Kategori :

Terkait