Lawan Partai Putera Mahkota SBY, Yusril Ihza Mahendra Siap Patahkan AD/ART Kubu AHY

Jumat 24-09-2021,06:00 WIB

Empat orang mantan kader Partai Demokrat mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). Tak tanggung-tanggung, mereka menggandeng Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukumnya.

Gugatan ini terkait uji formil dan materiil Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat era kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Persoalan di internal Partai Demokrat pun dipastikan menghangat lagi.

Dalam keterangan resminya, Kamis (23/9), Yusril membenarkan kantor hukumnya dan Yuri Kemal Fadlullah, Ihza&Ihza Law Firm SCBD-Bali Office menangani gugatan tersebut.

Yusril dan Yuri mengatakan langkah menguji formil dan materiil AD/ART Parpol adalah hal baru dalam hukum Indonesia. Keduanya mendalilkan MA berwenang menguji AD/ART parpol.

Sebab, AD/ART dibuat oleh parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik.

"Kalau AD/ART parpol itu prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang menguji dan membatalkannya?" tanya Yusril.

Dia menyebut ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, disebut tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai juga tidak berwenang.

"Pengadilan TUN juga tidak berwenang mengadili hal itu. Karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara. Karena itu, saya menyusun argumen yang Insya Allah cukup meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli," paparnya.

Para ahli yang dimaksud antara lain Hamid Awaludin, Profesor Abdul Gani Abdullah dan Fahry Bachmid. Dikatakan, harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART. Tujuannya untuk memastikan apakah prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai dengan undang-undang atau tidak.

Sebab, penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan. Karena dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang.

Kedudukan parpol sangat mendasar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara. "Ada 6 kali kata partai politik disebutkan di dalam UUD 1945. Kemudian puluhan kali partai politik disebut di dalam undang-undang. Bahkan ada undang-undang khusus yang mengatur partai politik. Seperti yang sekarang berlaku. Yaitu UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dengan perubahan-perubahannya,"jelas Yusril.

Dalam UUD 1945, lanjut Yusril, disebutkan antara lain partai politik yang boleh ikut dalam Pemilu Legislatif (Pileg), hanya partai politik yang boleh mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden. Usai Pemilu, fraksi-fraksi partai politik memainkan peranan besar dalam mengajukan dan membahas RUU, membahas calon duta besar, Panglima TNI dan Kapolri, Gubernur BI, BPK, KPK dan lainnya.

Di daerah, sebelum ada calon independen, hanya partai politik yang bisa mencalonkan Kepala Daerah dan Wakilnya. Begitu partai politik didirikan dan disahkan, partai tersebut tidak bisa dibubarkan oleh siapapun. Termasuk oleh Presiden. Partai politik hanya bisa dibubarkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mengingat peran partai yang begitu besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara, bisakah partai sesuka hatinya membuat AD/ART? Apakah kita harus membiarkan sebuah partai bercorak oligarkis dan monolitik, bahkan cenderung diktator. Padahal partai adalah instrumen penting dalam penyelenggaraan negara dan demokrasi," urai Yusril.

Yusril mengingatkan partai-partai yang memiliki wakil di DPR RI mendapat bantuan keuangan yang berasal dari APBN. Artinya dibiayai dengan uang rakyat.

Tags :
Kategori :

Terkait