Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam cuitan di akun Twitternya menyebut sebagian menteri Kabinet Indonesia Maju terkesan elitis. Padahal, sebut Mu'ti, Presiden Joko Widodo sangat merakyat. Siapakah menteri yang dimaksud?
"Saya melihat kritik dari Sekum Muhammadiyah terhadap kebijakan menteri merupakan representasi dari suara masyarakat sipil. Karena itu, harus mendapat perhatian dari para menteri Kabinet Indonesia Maju," kata Sekjen DPP PPP, Arwani Thomafi di Jakarta, Rabu (8/9).
Menurutnya, seluruh kebijakan menteri harus sesuai dengan visi dan misi Presiden dan Wapres. Kebijakan para menteri harus mengutamakan kepentingan masyarakat.
"Pastikan kebijakan menteri sesuai dengan visi-misi presiden. Komitmen kerakyatan Presiden harus dapat diterjemahkan melalui kebijakan di level menteri dan aparatur di bawahnya," terang Arwani.
Dia juga menyinggung dua kebijakan Mendikbud Ristek Nadiem Makarim. Salah satunya perihal pembubaran Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
"Salah satu contoh adalah kebijakan dari Menteri Nadiem soal penghapusan dana BOS di sekolah di daerah terpencil dan pembubaran BSNP," tukasnya.
Hal senada juga disampaikan politisi Partai NasDem, Effendy Choirie. Seperti diketahui NasDem punya tiga menteri di kabinet. Mereka adalah Menkominfo Johnny G Plate, Menteri LHK Siti Nurbaya dan Mentan Syahrul Yasin Limpo .
"Saya pikir ada benarnya apa yang disampaikan Prof Mu'ti. Wajah menteri adalah wajah presiden. Presidennya kan sederhana. Jangan sampai ada menteri yang elitis," kata Effendy Choirie.
Dia menilai sindiran Mu'ti dapat dijadikan masukan untuk para menteri. Terlebih, di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang melemah akibat pandemi COVID-19, para menteri harus bersikap sederhana.
"Siapapun menterinya, mau dari partai atau latar belakang apa. Para menteri juga harus memahami kondisi masyarakat sekarang," paparnya.
Dia juga menyinggung beberapa kebijakan kontroversi Mendikbud Ristek Nadiem Makarim. Salah satunya soal petunjuk teknis pengelolaan bantuan operasional sekolah (BOS).
Dia mengingatkan Nadiem agar dalam setiap pengambilan kebijakan terkait pendidikan selalu melibatkan organisasi yang memperjuangkan pendidikan di Indonesia semenjak merdeka.
"Memang ada beberapa kebijakan Nadiem yang kontroversial. Mau itu BOS namanya atau apa, NU, Muhammadiyah, Taman Siswa, PGRI harus dilibatkan. Organisasi tersebut ikut berjuang dan mendirikan negeri ini. Komitmen mereka pada negeri sudah tidak diragukan lagi. Kebijakan itu bukan hanya kebijakan menteri atau aparat birokrasi," pungkasnya. (rh/zul)