Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar Sari Yuliati mengatakan, berkaca dari kasus sumbangan Akidi Tio, ke depan pejabat yang akan menerima bantuan hendaknya lebih hati-hati.
Kehebohan dugaan prank sumbangan senilai Rp2 triliun masih menjadi sorotan banyak pihak.
Tidak hanya Polda Sumsel yang sampai berkirim surat ke PPATK untuk mencari kejelasan keberadaan uang itu, banyak anggota DPR yang turut angkat bicara.
Kata Sari, kalau ada pihak yang mau menyumbang, harus jelas, sumbernya dari mana dan bagaimana sumbangan tersebut akan disampaikan.
"Untuk sumbangan dengan nilai yang amat fantastis seperti itu, Kapolda juga bisa meminta bantuan PPATK untuk melacak dana tersebut sebelum mengumumkannya ke publik,” jelas Sari menanggapi sumbangan almarhum Akidi Tio kepada Kapolda Sumatera Selatan Irjen Eko Indra Heri, Kamis (5/8).
Sari menyayangkan sikap Polda Sumsel yang langsung mengumumkan rencana sumbangan itu tanpa mengecek kebenarannya.
Sari mengatakan, seharusnya Polda Sumsel terlebih dahulu melakukan verifikasi terhadapa niat baik sumbangan dari pengusaha asal Langsa, Aceh itu.
“Sikap kehati-hatian seperti itu seharusnya melekat pada institusi Polri yang terbiasa melakukan cek dan ricek, konfirmasi serta verifikasi dalam menangani suatu perkara,” jelas Sari dikutip dari RMOL.
Bantuan tersebut diserahkan langsung oleh oleh putri bungsu Akidi Tio, Heryanti dengan didampingi Prof dr Hardi Darmawan yang merupakan dokter keluarga almarhum Akidi di Mapolda Sumatera Selatan, Senin (26/7).
Menurut Hardi, bantuan dimaksudkan untuk membantu penanganan Covid-19 di Sumsel.
Saat menerima bantuan secara simbolis, Kapolda Sumsel didamping Gubernur Sumsel Herman Deru dan Dandrem Garuda Dempo (Gapo) Brigjen TNI Jauhari Agus beserta sejumah tokoh agama.
Saat itu, kapolda juga mengungkapkan, dia mengenal almarhum saat bertugas di Aceh. Almarhum Akidi saat itu memang merupakan pengusaha Langsa Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Belajar dari peristiwa sumbangan yang tidak kunjung jelas kapan realisasinya itu, Sari mengingatkan, kehati-hatian sangat diperlukan agar tidak muncul kegaduhan yang tidak perlu.
Apalagi, belakangan kapolda mendapat dampak menjadi sorotan dari berbagai pihak.
“Apalagi, pihak penyumbang sudah meninggal tahun 2009. Dari fakta itu mestinya polisi bertanya, mengapa sumbangan baru disampaikan 11 tahun setelah pemilik uang meninggal?” tutup Sari. (rmol.id/ima)