Rumuskan Kurikulum Antiradikalisme, Ulama dan Cendekiawan Jateng Berkumpul, Ganjar: Biar Anak Tidak Baperan

Minggu 04-04-2021,18:56 WIB

Untuk merumuskan kurikulum antiradikalisme dan intoleransi di Jawa Tengah, ulama dan cendekiawan di Jawa Tengah berkumpul dalam Forum Cinta Tanah Air.  

Forum tersebut dipimpin langsung oleh Pengasuh Pondok Pesantren Giri Kusumo Mranggen KH Munif Muhammad Zuhri atau yang akrab disapa Mbah Munif. 

Anggota forum terdiri dari ulama, pengasuh pondok pesantren, rektor dan cendekiawan lainnya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengapresiasi dan mendukung penuh forum ulama dan cendekiawan yang digagas tersebut. Apalagi, forum itu hadir untuk membuat pedoman pengajaran di sekolah sebagai upaya melindungi generasi muda dari bahaya paham-paham radikal dan intoleran itu.

"Forum yang dipelopori Mbah Munif ini sangat brilian dan menerobos. Menggabungkan kampus dan pondok pesantren, mereka berkolaborasi untuk membuat kurikulum pendidikan," kata Ganjar saat menghadiri FGD Forum Cinta Tanah Air di UIN Walisongo Semarang, Minggu (4/4).

Ganjar menerangkan, forum tersebut sangat tepat sebagai jawaban kondisi masyarakat saat ini. Apalagi baru-baru ini, ada aksi terorisme di Makassar dan Jakarta yang dilakukan oleh anak-anak muda.

"Saya resah melihat kondisi ini. Maka saya mendukung forum ini sebagai upaya melindungi generasi muda dari paham radikalisme dan intoleransi. Dengan membentuk karakter dan membuat metode dan metodologi pembelajaran yang baik, forum ini diharapkan membuat anak-anak tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga emosional. Jadi, tidak gampang ngamukan, tidak baperan," terangnya.

Setelah kurikulum yang dibentuk selesai, nantinya hasil forum tersebut akan diterapkan oleh Ganjar di seluruh sekolah di Jawa Tengah. Harapannya kurilulum itu dapat dimasukkan dalam setiap pembelajaran yang ada di jenjang pendidikan itu.

"Semua tingkat dan semua level. Hasil forum ini tentu akan menjadi bagian penting dalam pendidikan di Jawa Tengah. Jadi kalau siswa belajar itu ada gurunya dan isinya benar. Kalau tidak ada gurunya, mereka akan belajar di internet dan itu bahaya. Nanti merasa benar, muncul ujaran kebencian, gampang ngamuk dan sampai pada tindakan yang tidak diinginkan," tutupnya.

Salah satu penggagas Forum Cinta Tanah Air yang juga Rektor UIN Walisongo Semarang Prof. Imam Taufiq mengatakan, forum tersebut muncul dari kegelisahan dan kekhawatiran tentang isu kekerasan dan radikalisme saat ini. Menurutnya, semua pihak harus berkolaborasi untuk mengatasi masalah terbesar bangsa itu.

"Pondok pesantren dengan karakter khasnya, kampus dengan dunia keilmuannya dan pemerintah harus bersama-sama merumuskan desain pendidikan yang ramah dan santun. Maka kolaborasi ini sangat pas untuk diterapkan," katanya.

Forum tersebut sudah empat kali menggelar FGD. Dalam waktu dekat, akan selesai modul-modul yang bisa digunakan dalam pembelajaran berbagai pihak, khususnya sekolah umum yang ada di bawah naungan pemerintah.

"Sudah hampir selesai, jadi sebentar lagi bisa diterapkan. Yang ditekankan adalah pendidikan yang ramah, mengajarkan kebersamaan, tidak mempermasalahkan perbedaan, tidak melakukan kriminalitas dan lainnya. Intinya adalah pengajaran karakter untuk tidak radikal dan tidan intoleran kepada semua anak bangsa," tutupnya. (*/ima)

Tags :
Kategori :

Terkait