Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Surat Telegram Rahasia (STR) Nomor ST/339/II/RES.1.1.1./2021 tertanggal 22 Februari 2021. Surat edaran itu tentang pedoman penanganan UU ITE terkait kejahatan siber dan ujaran kebencian.
Surat edaran ini merupakan tindak lanjut dari permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi), supaya Kapolri membuat pedoman terkait UU ITE. Sebelumnya, Jokowi meminta agar pasal-pasal yang menimbulkan multitafsir diterjemahkan secara hati-hati.
Surat Edaran itu bernomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. SE ditandatangani pada Jumat, 19 Februari 2021.
Isi surat edaran itu salah satunya meminta penyidik polisi mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara. Listyo juga meminta penyidik memprioritaskan langkah damai dalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan laporan dugaan pelanggaran UU ITE.
"Penyidik berprinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium), dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara," bunyi surat itu.
"Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice terkecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah, SARA, radikalisme, dan separatisme," lanjut surat edaran itu.
Lantas, bagaimana jika korban tetap ingin melanjutkan perkara hingga meja hijau? Jika tersangka sudah meminta maaf, tersangka tidak akan ditahan.
"Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan namun tersangkanya telah sadar dan meminta maaf terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan, dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberi ruang untuk mediasi kembali," jelas edaran tersebut. (nb/zul)