Di Kabupaten Majalengka ada kampung mati. Disebut kampung mati, karena rumah-rumahnya tanpa penghuni, yakni sekitar 180 unit. Warga meninggalkan kampung mereka sejak 2006 silam, dan rumah-rumahnya dibiarkan kosong.
Kampung mati itu di Blok Tarikolot. Desa Sidamukti. Kecamatan/Kabupaten Majalengka. Dalam beberapa hari ini kampung itu menghiasi media-media. Lokal maupun nasional. Yang bikin heboh itu karena disebut kampung mati.
Kepala Desa Sidamukti, Karwan memberikan penjelasan. Dikatakan, warganya memang harus pindah, karena pergerakan tanah yang terjadi 2006 silam. Bencana alam itu merusak 180 unit rumah dan menimpa sebanyak 253 kepala keluarga (KK).
“Ya akibatnya masyarakat di blok itu (Blok Tarikolot, Red) direlokasi ke Blok Buahlega oleh pemerintah, tiga tahun pasca musibah itu terjadi,” kata Karwan, Selasa (2/2).
Saat kejadian banyak rumah rusak. Namun, kata Karwan, tidak ada korban jiwa. Pergerakan tanah itu membuat Pemdes Sidamukti langsung merelokasi masyarakat ke tempat yang aman.
Tidak hanya tahun 2006 saja. Pada 2016 bencana serupa dengan skala besar mengguncang lagi wilayah itu. Masyarakat pun secara perlahan mulai menerima keputusan relokasi.
“Semakin ke sininya warga itu akhirnya menerima untuk direlokasi. Bencana besar tahun 2016 itu tersisa 20 KK lagi. Kami terus membujuk mereka agar mau di relokasi. Sekarang tersisa 8 KK lagi. Namun mereka tidak menginap di rumahnya yang sudah lama kosong puluhan tahun itu,” ujarnya.
Blok Tarikolot, sambung Tarkan, masuk zona merah atau rawan bencana. Badan Geologi dari Kementerian ESDM pernah melakukan kajian dan penelitian. Hasilnya bahwa Tarikolot zona rawan bencana.
Penelitian Badan Geologi menyebutkan bahwa pergerakan tanah itu terjadi setiap 20 tahun sekali, dan setiap menitnya bergerak. Terutama saat musim hujan dan tidak ada air mengalir atau keluar muncul dari tanah. Itu pertanda bakal terjadi bencana kembali.
Terkait viralnya Blok Tarikolot belakangan ini, Karwan mengatakan ada informasi yang harus diluruskan. Ia tidak mau kalau yang disebut itu adalah Desa Sidamukti.
“Itu kampung atau blok. Sejatinya itu hanya sebuah blok. Saat ini kondisi rumah kebanyakan rusak parah. Masyarakat saat ini mengungsi ke Blok Buahlega. Memang masih ada sekitar 8 KK. Mereka masih bertahan karena masih mengelola lahan pertanian dan perkebunannya,” imbuhnya.
Salah seorang warga setempat, Rusdi (54) mengaku sudah empat bulan terakhir telah kembali tinggal di perkampungan itu. Alasan biaya sehingga dirinya beserta istri terpaksa kembali ke Blok Tarikolot.
Ia juga mengaku tak memiliki kerabat atau saudara yang ingin menampung sementara dia dan keluarganya. Meski masuk zona merah rawan bencana pergerakan tanah, namun dia meyakini rumahnya berada di tempat datar, berbeda dengan rumah tetangganya yang berada di atas tebing.
Warga lainnya, Karmidi (65) mengaku, masih menempati kampung tersebut karena memiliki kesan tersendiri. Ada banyak kenangan di sana. Dia bersama almarhumah istrinya, sejak 36 tahun lalu tinggal di wilayah tersebut.
“Sejak menikah dengan istri, saya tinggal di kampung ini. Rumah saya masih aman. Makanya saya bertahan. Kebun saya juga dekat sini kok,” tukas Karmidi. (ono/zul)