Setelah resmi merger pada triwulan I 2021, asetnya sekitar Rp220 triliun. Saat ini aset tiga bank itu masih kurang dari Rp210 triliun. Artinya, hingga legal merger selesai pada Februari tahun depan, pertumbuhan aset ketiga bank syariah ini sekitar 5 persen. Dengan aset tersebut, bank syariah hasil merger dipekirakan menjadi bank terbesar ketujuh atau delapan di Indonesia.
Di kancah global, bank syariah hasil merger juga masuk dalam 10 besar.
Hasil dari merger bank-bank syariah menjadi satu BUMN Syariah yang besar diharapkan dapat membantu menjadi solusi atas lambannya perkembangan industri perbankan syariah.
Diharapkan, setelah merger, bank BUMN syariah semakin fokus dan menjadi teladan bagi bank syariah lainnya dalam segala aspek termasuk proses bisnis lebih efektif dan efisien, memiliki pertumbuhan jaringan lebih agresif, dan inovasi produk lebih baik.
Efek merger terbesar adalah aspek skala ekonomis yang akan memberikan dampak luar biasa bagi industri perbankan syariah. Maka, aspek kepemimpinan dan sinergitas perlu menjadi perhatian khusus. Selain efisiensi, merger bank syariah punya nilai strategis lain. Dengan aset yang besar, bank syariah hasil merger dapat menerapkan prinsip syariah lebih kaffah.
Model bagi hasil yang seharusnya menjadi karakteristik utama bank syariah dapat dijalankan dengan baik karena tersedianya dana pembiayaan bagi hasil yang uncertainty tanpa khawatir risiko likuiditas.
Dampak merger terhadap perkembangan ekonomi syariah juga diyakini positif, karena entitas baru yang lahir dari aksi korporasi ini akan memiliki modal besar untuk bergerak menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional serta bank syariah hasil merger memiliki potensi bagus karena akan mewarisi hal-hal baik dari tiga entitas yang terlibat.
Hal ini membuat bank syariah hasil merger memiliki kekuatan komplit untuk memperbesar pangsa pasar keuangan syariah.
Saat ini bank syariah lebih banyak menerapkan model bagi hasil pada sisi funding saja berupa deposito mudarabah.
Pada sisi financing, bank syariah lebih banyak menerapkan model fixed rate meski tetap sesuai syariah, yaitu dengan akad berbasis jual beli (murabahah) dan sewa (ijarah). Praktik seperti itu mengecewakan emotional customer yang menginginkan bank syariah bisa menerapkan substansi prinsip syariah. Tidak sekadar mengubah produk konvensional menjadi produk syariah dengan mengubah akad.
Sinergi akan meningkatkan kinerja dan menurunkan biaya. Sinergi penurunan biaya, biasanya diperoleh dari penghematan dan skala ekonomis internal. Sinergi diraih di antaranya dari efisiensi dengan mengurangi cabang bank tumpang tindih dan efisiensi SDM.
Setelah merger, masih banyak pekerjaan rumah pemerintah untuk industri bank syariah. Diperlukan komitmen pemerintah yang sangat kuat untuk mendorong industri tersebut. Jika menginginkan bank syariah hasil merger menjadi sangat kuat, pemerintah perlu memperbesar modal.
Baik melalui suntikan modal maupun penerbitan saham publik. Sebab, saat aset dan pembiayaan meningkat, bank juga harus memperbesar modal untuk mempertahankan kecukupan modal (CAR).
Dengan merger bank BUMN syariah, publik tentu berharap ada sinergi dari alih teknologi, pengetahuan, dan pemasaran yang pada akhirnya mengakselerasi pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia.
Indonesia membutuhkan bank syariah berskala besar yang dapat meningkatkan efektivitas perbankan syariah dalam menjalankan operasionalnya. (*/ima)