Catur Wahyudi SEI MSi
(Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasakti Tegal)
Indonesia resmi memulai proses penggabungan tiga bank syariah milik pemerintah, yakni BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNI Syariah, menjadi satu bank syariah besar. Proses penggabungan anak usaha bank milik negara ini ditargetkan rampung pada Februari 2021.
Menteri Erick Thohir mengatakan pemerintah sudah merencanakan dengan matang pembentukan bank umum syariah terbesar pertama Indonesia.
Dengan penduduk mayoritas Muslim, Erick menilai potensi perbankan syariah masih sangat besar sekaligus memberikan opsi bagi masyarakat yang lebih nyaman menggunakan sistem perbankan syariah.
“Keinginan Indonesia memiliki bank umum syariah nasional terbesar di tahun 2021 merupakan bagian dari upaya dan komitmen pemerintah untuk mengembangkan dan menjadikan ekonomi keuangan syariah sebagai pilar baru kekuatan ekonomi nasional,” lanjut Erick Thohir.
Mimpi Kementerian BUMN membuat bank-bank BUMN jadi satu akan terwujud. Sehingga, bisa membuat produk-produk yang menarik untuk nasabah Indonesia.
Sebelumnya, Erick juga melakukan merger pada bank-bank Syariah milik Himpunan Bank Negara (Himbara). Dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia pasti membutuhkan produk-produk syariah dari perbankan.
Terdapat beberapa fakta dan angka dapat dicatat yang memberikan harapan dari rencana merger ini. Selama 2020, BRI Syariah mengalami peningkatan pembiayaan di segmen ritel yang tumbuh 49,74 persen menjadi Rp20,5 triliun.
Sedangkan BNI Syariah, yang baru saja menjadi Bank BUKU III pada kuartal I tahun ini, berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih 58,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp214 miliar.
BSM, membukukan laba bersih Rp368 miliar pada kuartal I 2020, naik 51,53 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy).
Statistik terbaru yang penulis update dari laman OJK menunjukkan, tiga bank yang akan dimerger, meminjam bahasa Ahmad Dani, merupakan separuh napas bank syariah Indonesia. Aset mereka sekitar 40 persen dari total aset seluruh bank syariah.
Dalam merger itu, BRI Syariah ditunjuk sebagai pemegang entitas atau surviving entity. Ini, tampaknya, terkait dengan posisi BRI Syariah sebagai satu-satunya yang sudah go public. Meski beraset paling besar, Bank Syariah Mandiri (BSM) bukan perusahaan publik sehingga persetujuan merger jauh lebih sederhana. Begitu juga BNI Syariah yang hampir semua sahamnya dimiliki BNI.
Saat ini persaingan di industri perbankan syariah memang sangat ketat. Market yang relatif kecil, sekitar 6,2 persen dari total pasar perbankan, harus diperebutkan 34 bank syariah. Mereka terdiri atas 14 bank umum syariah (BUS) dan 20 unit usaha syariah (UUS), yakni unit syariah (windows) dari bank konvensional. Ditambah lagi 165 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).
Bank syariah juga harus bersaing dengan bank konvensional. Sebab, emotional market atau nasabah yang memilih karena faktor syariah hanya sekitar 20 persen. Sebanyak 80 persen nasabah adalah rational market atau swing customer (Karim, 2000). Mereka berorientasi pada benefit saat memilih layanan perbankan. Saat benefit di bank syariah lebih kecil, nasabah berpindah ke bank konvensional (displacement commercial risk).
Dengan karakter nasabah rational market tersebut, merger ketiga bank syariah BUMN sangat strategis.
Dengan aset yang besar, kegiatan operasional bank syariah hasil merger akan lebih efisien. Jumlah direksi, komisaris, dewan pengawas syariah, dan eksekutif di bawahnya bakal berkurang banyak. Begitu juga pengoperasian kantor seperti kantor wilayah, kantor cabang, atau cabang pembantu.