Banyak pelajar di Kabupaten Tegal yang menjadi korban sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Terutama di wilayah Kecamatan Lebaksiu yang tidak difasilitasi SMA atau SMK negeri.
Anggota DPRD Kabupaten Tegal M. Khuzaeni, Selasa (26/1) mengatakan, ketika lulus SMP atau MTs, para pelajar di wilayah tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk melanjutkan sekolahnya. Dirinya sering mendapat keluhan hampir di semua desa di wilayah Kecamatan Lebaksiu. Anak-anak mereka sekolahnya selalu di luar kecamatan.
"Mereka ini menjadi korban zonasi, karena di Kecamatan Lebaksiu tidak memiliki SMA atau SMK negeri," katanya.
Keluhan itu, tambah Khuzaeni, disampaikan saat musrenbangdes di sejumlah desa di wilayah Kecamatan Lebaksiu. Diakui, Kecamatan Lebaksiu tidak memiliki SMA atau SMK negeri. Sedangkan, Kecamatan Lebaksiu masuk zonasi PPDB bersama Kecamatan Slawi, Kecamatan Dukuhwaru, dan Kecamatan Bojong.
Kecamatan terdekat yakni Slawi dan peluangnya sangat kecil karena sistem zonasi mengutamakan siswa yang terdekat dengan sekolah. Walaupun nilainya tinggi, tetapi tetap kalah dengan siswa yang tinggal di Slawi.
"Misalnya, siswa asal Lebaksiu nilainya 32 dan siswa Slawi nilainya 30, yang masuk tetap siswa Slawi," tambahnya.
Saat ini, lanjut M. Khuzaeni, siswa Lebaksiu banyak yang diterima di SMA Negeri Bojong yang jaraknya sekitar 20 kilometer. Jika siswa itu berasal dari Desa Pandawa, maka jaraknya lebih dari 24 kilometer dan harus naik angkutan umum dua kali.
Hal itu yang memberatkan orangtua siswa, baik dari segi biaya dan jarak yang jauh. Mayoritas siswa dan orangtua siswa menghendaki untuk belajar di sekolah negeri. Makanya dibutuhkan SMA negeri di Lebaksiu. (guh/ima)