Fakta peristiwa tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) kian terang benderang. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah memeriksa enam pihak keluarga laskar khusus pengawal imam besar Front FPI yang tewas saat bentrokan dengan anggota Polri di Tol Jakarta-Cikampek Km 50.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam memastikan, informasi yang dikumpulkan menambah kejelasan peristiwa tersebut.
“Komnas HAM sudah menerima berbagai informasi, keterangan dan pandangan hukum dari keluarga, organisasi, tim kuasa yang menurut kami semakin membuat detailnya perisitiwa. Kami ucapkan terima kasih banyak Pak Munarman dan keluarga,” kata Choirul Anam di kantornya, Jakarta, Senin (21/12).
Dikutip dari Fajar, Anam menyampaikan, Komnas HAM mendapati informasi dari keluarga setelah mendengar anggota keluarganya tewas dari peristiwa yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek Km 50 pada Senin (7/12) pukul 00.30 WIB. Hal ini menjadi keseriusan Komnas HAM untuk mengusutnya.
“Ini menjadi atensi kita semua bahwa Komnas HAM memberikan atensi khususnya kepada keluarga soal proses hukum dan sebagainya, yang nanti kita bahas secara teknis oleh tim hukumnya FPI dalam konteks fair trial dan unfair trial. Dalam konteks HAM penting bagi kita semua memastikan bahwa penggunaan kewenangan tidak boleh berlebihan,” cetus Anam.
Sementara itu, orang tua dari Faiz Ahmad Syukur korban bentrokan anggota Polri-FPI, Suhada mengaku, dirinya sangat terpukul terkait peristiwa yang menimpa anaknya. Dia mengaku tidak menerima langsung informasi tersebut dari aparat kepolisian.
“Terpukulnya, karena kami tidak menerima informasi secara langsung dari pihak kepolisian, setelah anak kami tidak ada, pihak polisi baru memberi tahu, bahwa anak bapak kami bunuh dan surat keterangan itu enggak ada,” beber Suhada.
Selain itu, dia pun menyesalkan pernyataan Polri yang menyebutkan, anaknya yang saat itu mengalami bentrok dengan anggota Polri menggunakan senjata tajam atau senjata api. Karena saat kejadian, polri sebelumnya mengklaim mengamankan barang bukti dari peristiwa tersebut.
“Yang paling mengenaskan, anak kami dianggap menyerang polisi. Ini tidak logis, kenapa karena putra kami sedang mengawal atau konvoi kendaraan untuk menuju Karawang dan tiba-tiba diserang polisi,” ungkap Suhada.
Komnas HAM juga telah mengumpulkan berbagai alat bukti dan dokumen terkait peristiwa bentrokan antara Polri dengan laskar khusus pengawal imam besar FPI yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek Km 50 pada Senin (7/12) dini hari.
Komnas HAM telah menerima dokumen berupa CCTV dari Jasa Marga dan foto enam jenazah dari RS Polri sebelum dilakukan autopsi. Hal ini untuk membuka informasi simpang siur mengenai tewasnya enam simpatisan FPI.
Menurut keterangan polisi, anggota Polri terpaksa menembak laskar FPI karena mendapat perlawanan dengan senjata api dan senjata tajam. Karena itu, polisi terpaksa melumpuhkan enam simpatisan FPI.
Sedangkan, menurut pihak FPI, keterangan polisi itu tidak benar. Namun, para simpatisan FPI yang diserang polisi membantah terkait kepemilikan senjata api. (Jpg/fajar/ima)