Rabu (16/12), perkara kasus dugaan penganiayaan dua wartawan di Kabupaten Brebes masuk dalam tahap persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan. Sidang lanjutan tersebut digelar di Pengadilan Negeri (PN) Brebes.
Dalam pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Brebes Muhammad Syukron mendakwa dua terdakwa dengan Pasal 170 ayat (2) ke (1) KUHP, ancaman hukuman 2 tahun kurungan penjara.
"Kedua terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang. Hal ini diatur dan diancam pidana dalam dakwaan pertama melanggar pasal 170 ayat (2) ke (1) KUHP," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Kejari Brebes Andhy Hermawan Bolifar saat dikonfirmasi melalui sambungan telpon genggamnya.
Dijelaskannya, pasal yang didakwakan kepada kedua terdakwa telah sesuai dengan perbuatannya yang mengakibatkan korban (dua wartawan di Brebes) mengalami luka-luka.
"Tuntutannya dua tahun (dikurangi selama terdakwa berada di tahanan) dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, dua wartawan di Kabupaten Brebes menjadi korban dugaan penganiayaan saat meliput di Balai Desa Cimohong Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes. Bahkan, satu di antaranya mengalami luka serius dan sempat dilarikan ke RSUD Brebes.
Kedua wartawan yang menjadi korban yakni Agus Supramono, wartawan Semarang TV dan Eko Fidiyanto, wartawan Harian Radar Tegal. Keduanya itu merupakan wartawan yang bertugas di wilayah Kabupaten Brebes.
Salah satu korban, Agus Supramono bahkan harus mendapatkan perawatan di RSUD Brebes. Korban terpaksa dilarikan ke RSUD Brebes dan mendapat tiga jahitan di luka bagian kepala. Sedangkan Eko Fidiyanto, tidak mengalami luka hanya kacamata yang dipakai pecah.
Atas kejadian tersebut, korban langsung melaporkan dugaan penganiayaan ke Mapolres Brebes. Korban didampingi pengacara melaporkan kasus tersebut ke Polres Brebes.
Agus Supramono mengatakan, kasus dugaan penganiayaan tersebut bermula saat dirinya tengah liputan proses mediasi warga di Balai Desa Cimohong. Mediasi itu awalnya dihadiri perwakilan warga dan tokoh masyarakat setempat. Namun tiba-tiba muncul massa yang diduga pendukung kades.
Sekelompok orang kemudian melarang dirinya untuk meliput karena dinilai sebagai aib dan diminta keluar dari balai desa. Setelah dilarang, keduanya lantas mengalah dan menunggu di luar kantor balai desa.
"Alasan dilarang meliput saya nggak tahu, cuma bilang karena aib. Padahal, datang ke sana (balai desa) dengan baik-baik serta mendapatkan informasi mediasi juga dari masyarakat. Dalam tugas juga dilindungi undang-undang," ungkapnya saat ditemui di Mapolres Brebes.
Ditambahkannya, saat menunggu di luar, dirinya bersama satu rekan seprofesinya mendengar suara gaduh di dalam kantor balai desa. Lantas, kata dia, dirinya langsung mengambil gambar dari luar balai desa.
Namun, saat sedang mengambil gambar, beberapa orang mendatangi dan melarang dirinya untuk mengambil gambar. Tidak lama berselang, ada beberapa orang yang mendekatinya dan melakukan dugaan penganiayaan.
"Kurang lebih ada 20 orang yang mukul. Saat itu, saya langsung mengamankan kamera. Baru selesai saat ada yang melerai," ucapnya.