Instruksi Mendagri soal Sanksi Pemberhentian Wajar, Pakar: Diperlukan di Tengah Krisis Pandemi

Senin 23-11-2020,05:20 WIB

Instruksi Mendagri tentang penegakan protokol kesehatan hingga sanksi pemberhentian masih menjadi polemik. Pakar hukum, pro kontra menanggapinya.

Unsur kewenangan menteri dalam memberhentikan kepala daerah menjadi intinya. Ada yang menganggap wajar. Lainnya menilai kurang kuat.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Umbu Rauta yang menganggap wajar. Instruksi Menteri Dalam Negeri yang mengingatkan para kepala daerah tentang sanksi pemberhentian, apabila melanggar aturan perundang-undangan pencegahan Covid-19 dinilai tepat dan tidak melampaui kewenangan.

Umbu menilai Instruksi Mendagri itu justru diperlukan di tengah krisis pandemi, untuk menekankan azas akuntabilitas fungsi kepala daerah. Ia juga mengatakan, Instruksi Mendagri tersebut merupakan penegasan terhadap kewajiban para kepala daerah, yakni gubernur, bupati/walikota untuk menjalankan dan menegakkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Instruksi Mendagri ini sangat tepat diterbitkan di tengah krisis pandemi sekarang," katanya, Minggu (22/11). Ada tujuh peraturan perundang-undangan yang menjadi rujukan Instruksi Mendagri yang relevan terhadap pencegahan Covid-19.

Ini mengkonfirmasi pemahaman yang sangat tepat dan produktif dari Mendagri selaku pembantu Presiden di dalam pengembangan hubungan pusat-daerah sesuai konstitusi. Langkah tegas demikian dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan daerah sesuai semangat sistem presidensial.

Menurut Umbu Rauta, ia sudah membaca Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020, dan tidak melihat adanya unsur melampaui kewenangan dalam hal prosedur pemberhentian kepala daerah dalam Instruksi Mendagri. Ia justru melihat pentingnya substansi dalam instruksi tersebut untuk menekankan asas akuntabilitas fungsi kepala daerah.

"Instruksi Mendagri ini memberi warning kepada kepala daerah untuk melaksanakan kewajibannya bila tidak ingin dikenakan sanksi sesuai pasal 78 UU 23/2020," kata dia.

Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara, Muhammad Rullyandi mengatakan bahwa materi muatan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tersebut merupakan suatu bentuk peringatan dini bagi kepala daerah.

Ia melanjutkan, para kepala daerah diharapkan untuk memperhatikan UU Pemerintahan Daerah (Pemda) lainnya yang dapat berujung pada sanksi pemberhentian jabatan jika tidak melaksanakan peraturan perundang - undangan termasuk peraturan terkait Prokes.

Rullyandi mengatakan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 wajib menjadi pedoman mutlak bagi seluruh KDH untuk tunduk pada sumpah jabatan dan melaksanakan segala peraturan perundang-undangan termasuk peraturan terkait Prokes demi mengutamakan keselamatan rakyat.

"Instruksi Mendagri tersebut merupakan suatu bentuk early warning system atau peringatan dini dan sekaligus suatu penegasan terhadap seluruh KDH (Gubernur dan Bupati/Walikota) di seluruh Indonesia untuk menaati dan melaksanakan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya beserta segala konsekuensi hukumnya," paparnya.

Pandangan lain juga telah disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra. Ia juga ikut menyoroti sanksi pemberhentian tersebut. Dalam keterangan resminya, apakah Instruksi Mendagri tersebut dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan Kepala Daerah. Jawabannya tentu saja tidak.

Menurutnya, Instruksi Presiden, Instruksi Menteri dan sejenisnya pada hakikatnya adalah perintah tertulis dari atasan kepada jajaran yang berada di bawahnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

“Bahwa di dalam Instruksi Mendagri No 6 Tahun 2020 itu ada ancaman kepada Kepala Daerah yang tidak mau melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Penegakan Protokol Kesehatan, hal itu bisa saja terjadi. Namun proses pelaksanaan pemberhentian Kepala Daerah itu tetap harus berdasarkan pada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” paparnya.

Tags :
Kategori :

Terkait