Gelombang aksi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja belum usai. Sejumlah elemen berencana menggelar aksi hari ini (15/10). Naskah final sudah ditangan Presiden Jokowi. Semua keputusan, ada ditangannya.
Hanya saja, pemerintah terlihat mulai menggiring masyarakat untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Langkah konstitusional. Meski rasanya, akan sangat sulit penolakan diterima secara utuh.
Terlebih, sejumlah menteri sudah ikut mensosialisasikan aturan sapu jagat tersebut. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai, pemerintah memang sudah mendesain agar masyarakat cepat-cepat melakukan Judicial Review.
Akademisi Universitas Al Azhar Indonesia ini menilai, bukan perkara mudah bisa memenangkan perkara di MK. Dari sembilan hakim, tiga diajukan presiden, tiga dari DPR dan sisanya masyarakat.
Penggiringan ke arah Judicial Review, menurut Ujang hanya untuk melihatkan jika kemenangan pemerintah nantinya demokratis.
“Bukan berprasangka buruk. Tetapi jika melihat dari mereka terpilih, mereka sendiri harus berpolitik. Jika dilihat memang sudah seperti ini desainnya,” beber Ujang kepada Fajar Indonesia Network, Kamis (15/10).
Ujang melanjutkan, namun, tidak menutup kemungkinan jika Jokowi akan mengambil Jalan Perppu. Jika kondisi semakin sulit dikendalikan, serta gelombang aksi yang terus menerus.
“Presiden sudah pasti ingin negaranya aman gitu lo, pasti langkah Perppu yang diambil,” tambahnya.
Terpisah, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengimbau masyarakat yang menolak Cipta Kerja untuk mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Terkait gelombang aksi besok, Bamsoet meminta aparat kepolisian ikut mengamankan jalannya aksi dan berjaga di sejumlah titik rawan.
"Saya mengimbau masyarakat yang masih menolak sejumlah pasal dalam UU Cipta Kerja agar mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai mekanisme yang berlaku," ujarnya.
Menurutnya, ketentuan yang belum diatur dalam UU tersebut akan diatur aturan turunannya dan penyusunan aturan turunan dilakukan paling lama tiga bulan.
Politisi Partai Golkar ini juga mengingatkan masyarakat yang akan melakukan aksi demo penolakan disahkannya UU Cipta Kerja untuk menyampaikan pasal-pasal mana saja yang menjadi keberatan.
Sementara itu, kritik keras juga disampaikan Fahri Hamzah. Mantan Wakil Ketua DPR ini menilai jika aturan sapu jagat itu merampas hak individu. Selain itu, akan memberikan kewenangan luar biasa lahirnya kapitalisme baru.
““Tradisi demokrasi yang demokratis selama ini, falsafahya akan diganti dengan nilai-nilai kapitalisme baru yang merampas hak-hak individual dan berserikat atau berkumpul. Mereka juga diberikan kewenangan untuk memobilisasi dana, tanpa dikenai peradilan. Ini anomali yang berbahaya sekali,” ujar Fahri kepada wartawan, Kamis (15/10).
Wakil Ketua Umum Partai Gelora ini mengaku, sejak awal sudah mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak membuat UU Omnibus Law Cipta Kerja yang menggabungkan 79 UU menjadi 1.200 pasal.