Tindakan aparat kepolisian yang menangkap para tokoh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), salah satunya Syahganda Nainggolan disayangkan banyak pihak.
Pengamat Politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga mengatakan, sikap kritis intelektual harusnya dilawan dengan intelektual bukan malah dipenjara.
“Dalam negara demokrasi tentu disayangkan bila kekritisan seseorang harus masuk penjara,” ujar Jamiluddin Ritonga dikutip dari Pojoksatu.id di Jakarta, Selasa (13/10).
“Penggunaan intelektual seharusnya dilawan dengan intelektual, bukan dipidanakan,” ucapnya.
Apalagi, lanjut dosen pengajar mata kuliah Isu dan Krisis Manajemen itu, kritik Gatot Nurmantyo itu masih dalam taraf wajar.
Menurutnya, penangkapan tersebut dinilai membungkam kebebasan masyarakat untuk berpendapat.
“Kalau hal itu dilakukan, tentu dapat membungkam kebebasan berpendapat. Masyarakat akan takut menyatakan pendapatnya,” tuturnya.
Sehingga, tambah Jamiluddin, masyarakat akan merasa takut dan terbelenggu mengutarakan pendapatnya terhadap penguasa.
“Di negara demokrasi idealnya, penguasa mengambil kebijakan berdasarkan pendapat umum yang sesungguhnya,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan bahwa penangkapan terhadap orang kritis diberhentikan lantaran bertentangan dengan konstitusi negara.
“Sudah saatnya penangkapan terhadap orang-orang kritis ditiadakan. Cara-cara seperti ini bertentangan dengan prinsip keterbukaan sebagaimana diinginkan dalam negara demokrasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono pun membenarkan adanya kabar penangkapan tersebut.
“Iya benar, dilakukan penangkapan,” kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (13/10).
Sebagaimana diketahui, Direktorat Tindak Pidana Siber, Badan Reserse dan Kriminal, Mabes Polri telah menangkap Sekretaris Komite Kerja KAMI Syahganda Nainggolan.
Penangkapan tersebut dilakukan pada Selasa (13/10) dini hari di kawasan, Tebet, Jakarta Selatan.