Pasien COVID-19 harus jujur dengan status positif Corona yang menyerang imunitas tubuhnya. Diperlukan keterbukaan dan mau menerima terhadap kondisi kesehatan dirinya. Yang terpenting, jangan panik dan optimistis bisa sembuh.
"Kalau kita menutupi akan sedih sendiri. Sebaliknya kalau kita jujur dan senang, itu sudah setengah menuju kesembuhan. Kita nggak bisa mengubah kondisi tersebut. Namun, kita bisa mengatur bagaimana bisa membuat kondisi nyaman dan bahagia. Jangan panik dan tetap tenang. Karena pasien COVID-19 bisa disembuhkan," ujar psikolog anak dan keluarga, Mira Amir, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/10).
Penyintas COVID-19, Albert Ade mengaku awalnya dia sempat menolak saat dinyatakan positif Corona. Apalagi gejala yang dialaminya menyerupai demam berdarah.
"Pikiran saya langsung kosong. Saya hanya teringat keluarga saat dinyatakan positif COVID-19. Tetapi saya harus berpikir langkah apa yang akan dilakukan ke depan," ujar Ade.
Hal senada disampaikan penyintas COVID-19 lainnya, Putri Octaviani. Ia sempat panik saat dirinya positif. Dia mengatakan meski bukan pasien positif pertama di lingkungan tempat tinggalnya, masyarakat sekitar belum sepenuhnya paham COVID-19.
"Sebelumnya sudah ada yang kena di sekitar rumah. Tapi, masih ada orang yang belum paham penyakit ini," terang Putri.
Menurutnya, disiplin protokol kesehatan sangat penting. Karena itu, Putri mengajak masyarakat selalu melakukan 3M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak). "Disiplin 3M harus terus dilakukan. Karena dengan 3M akan membantu mencegah terjadinya penularan," pungkasnya.
Seperti diketahui, pemerintah terus melakukan sosialisasi terkait 3M. Hal ini dilalukan untuk meningkatkan angka kesembuhan dan menekan kasus aktif di masyarakat. (rls/rh/fin)