Bahkan, Cahyono juga menyatakan bahwa pihaknya bakal mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas masuk dan disahkannya klaster pendidikan dalam UU Ciptaker.
"Maka kami akan memperjuangkan melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Karena sebelumnya, insan Taman Siswa juga terlibat aktif dalam menolak UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) dan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) yang keduanya dibatalkan oleh Mahkamah Konsitusi (MK) maupun terkait pasal-pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)," tuturnya.
Sementara itu, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heri Purnomo menilai, bahwa dengan dimasukannya klaster pendidikan dalam UU Ciptaker, maka aturan itu menempatkan pendidikan sebagai komoditas perdagangan sebagaimana yang tertulis pada pasal 65 RUU Ciptaker.
"Jika negara melakukan pembiaran dalam bentuk prosedur pengurusan perizinan berusaha maka berpotensi menjadi komoditas," kata Heri.
Menurut Heri, jika sektor pendidikan menjadi komoditas, berarti anak-anak dari kalangan ekonomi mampu akan mudah mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Namun sebaliknya, masyarakat dari kalangan kecil justru akan semakin sulit untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
"Dari kalangan yang tidak mampu, untuk mendapat pendidikan berkualitas akan sangat sulit karena tidak punya kemampuan melakukan biaya," pungkasnya. (der/zul/fin)