Di tengah pembahasan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) tahun 2021, ada usulan UMP naik cukup di angka 1,5-2 persen saja.
Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar mengatakan pemerintah harus bijak saat menaikkan UMP tahun 2021 yang akan ditetapkan 1 November 2020.
"Kita juga harus memberikan sebuah empati kelangsungan usaha, cukuplah kita minta kenaikan upah periode 2021 disesuaikan saja dengan inflasi yakni 1,5 -2 persen,” ujarnya, kemarin (2/10).
Menurut Timboel, pada pasal 44 Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan, maka pemeirntah tinggal melakukan breakdown pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari pertumbuhan kuartal II dan kuartal IV 2019, serta kuartal I dan kuartal II 2020.
"Sementara inflasinya mengacu pada September, Oktober, November, Desember 2019 plus Januari, Februari, Maret, April, Mei sampai Agustus 2020,” paparnya.
Apalagi, lanjut dia, selama Juli-September 2020 Indonesia mengalami deflasi, maka dari itu ia menyarankan agar pemerintah bijak dalam menentukan UMP 2021 agar tidak terjadi deflasi lagi. Namun yang terpenting daya beli tidak tergerus oleh inflasi nantinya.
Yang terpenting, tegas Timboel, pemerintah harus menyesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini. Jangan sampai daya beli terus menurun dan tergerus oleh inflasi. Meskipun ada inflasi, paling tidak daya beli masih terkendali.
“Kalau daya beli ini bagus tetap konsisten dengan tahun sebelumnya barang juga bisa terbeli, artinya produksi akan semakin banyak, jika turun daya beli maka permintaan untuk produksi berkurang, sehingga pekerja banyak yang di PHK lagi,” jelasnya.
Sementara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk tidak mengambil kebijakan populis terkait penetapan UMP 2021. Sebab, saat ini perekonomian dalam kondisi sulit akibat dihantam pandemi Covid-19.
"Sebaiknya pemerintah jangan mengambil kebijakan yang populis, hanya meningkatkan upah lalu nanti mengatakan bahwa kenaikan upah meningkatkan daya beli dan sebagainya," ujar Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Harijanto.
Menurut dia, saat ini belum tepat pemerintah menaikkan upah. Pasalnya, daya beli masih lesu dan belum ada rekrutmen baru.
"Sampai Januari itu paling global market baru pulih 50-60 persen, domestik lebih lagi kalau bisa 60 persen saja sudah bagus untuk industri. Karena memang situasi ini tidak semudah apa yang kita bayangkan di krisis 1998, 2008, dan sebagainya, krisis ini memukul semua sektor," katanya.
Seperti diketahui, saat ini Kemenaker tengah membahas UMP dan UMK tahun 2021.
“Belum (ada persiapan) nanti akan dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan yang saat ini sedang digodok,” kata Direktur Pengupahan, Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI JSK) Kemenaker, Dinar Titus Jogaswitani. (din/zul/fin)