Hukuman 23 Koruptor Dipotong MA, KPK Serahkan Penilaiannya ke Masyarakat

Jumat 02-10-2020,10:00 WIB

Sementara itu, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana meragukan keberpihakan MA dalam pemberantasan korupsi. Kesimpulan itu bukan tanpa dasar, tren vonis koruptor tahun 2019 menunjukkan bahwa rata-rata hukuman untuk pelaku korupsi hanya 2 tahun 7 bulan penjara.

Menurut Kurnia, setidaknya ada dua implikasi serius yang timbul akibat putusan PK tersebut. Pertama, pemberian efek jera akan semakin menjauh. Kedua, kinerja penegak hukum, dalam hal ini KPK, akan menjadi sia-sia saja.

"Putusan demi putusan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung, di antaranya Anas Urbaningrum, sudah terang benderang telah meruntuhkan sekaligus mengubur rasa keadilan masyarakat sebagai pihak paling terdampak praktik korupsi," tegas dia.

Oleh karena itu, ICW menuntut agar Ketua MA mengevaluasi penempatan hakim-hakim yang kerap menjatuhkan vonis ringan kepada pelaku korupsi.

"Serta KPK harus mengawasi persidangan-persidangan PK di masa mendatang dan Komisi Yudisial untuk turut aktif terlibat melihat potensi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Hakim yang menyidangkan PK perkara korupsi," kata Kurnia.

Untuk diketahui, MA mengabulkan upaya PK yang diajukan Anas Urbaningrum. Alhasil, hukuman Anas berkurang dari semula 14 tahun di tingkat kasasi, menjadi hanya delapan tahun penjara atas kasus korupsi.

Majelis Hakim Agung PK yang menangani perkara Anas terdiri dari Sunarto sebagai ketua majelis serta didampingi Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin sebagai hakim anggota.

Majelis hakim menilai, kekhilafan hakim dapat dibenarkan karena judex juris telah salah dalam menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan fakta hukum. (riz/gw/zul/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait